JAYAWIJAYA – Keluarga korban kerusuhan di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan mendesak penyelesaian kasus diproses secara adat. Mereka menuntut denda adat berupa ganti rugi Rp 5 miliar dan 30 ekor babi untuk setiap korban imbas kericuhan itu.
Tuntutan itu disampaikan keluarga korban dalam proses mediasi yang digelar di Lapangan Pendidikan Wamena, Selasa (28/2/2023). Pemerintah daerah dan aparat TNI-Polri turut mengawal proses mediasi tersebut. “Sekitar 5000-an massa keluarga hadir bersama dengan pemerintah daerah. Ada 2 permintaan keluarga kepada pemerintah dalam pertemuan tadi,” kata Tim Mediasi antara keluarga korban dan Pemerintah Daerah, Theo Hesegem seperti dikutip dari detikcom, Selasa (28/2/2023).
Tuntutan itu ditujukan kepada pemerintah. Proses mediasi itu dihadiri Pj Gubernur Papua Nikolaus Kondomo, Bupati Jayawijaya Jhon Richard Banua, Bupati Yahukimo Didimus Yahuli, Pj Bupati Nduga Namia Gwijangge, Sekda Lanny Jaya Tedien Wenda dan mantan Bupati Lanny Jaya, Beffa Yigibalom. “Terkait denda adat, keluarga korban meminta 1 kepala diganti Rp 5 miliar dan 30 ekor babi bagi mereka yang meninggal. Sedangkan korban luka-luka Rp 1 miliar,” ungkapnya.
Theo mengatakan, pemerintah bersepakat untuk menjalankan penyelesaian adat yang dituntut keluarga korban. Namun hal itu akan diterapkan seiring dengan proses hukum yang tengah berjalan. “Tadi seluruhnya telah bersepakat. Akan tetapi tentu untuk menyelesaikan proses adat ini masih akan dilakukan beberapa pertemuan. Namun intinya kesepakatan untuk penyelesaian adat telah berlangsung,” tegasnya.
Aktivitas Pembela HAM Papua ini melaporkan, kerusuhan di Kota Wamena menelan 11 korban jiwa, di mana 9 di antaranya merupakan warga pendatang. Namun ada satu korban yang belum jelas identitasnya. “Kan kalau polisi sebutkan 12 orang korban jiwa. Tapi data saya itu 11 orang. Yang kemarin 9 dimakamkan secara bersamaan dan 2 telah dikebumikan di kampung halamannya di Sumatra Utara,” tuturnya. “Nah kami berharap bukan hanya 9 warga asli di sini saja yang diperhatikan pemerintah daerah, tapi 2 korban lainnya harus diperhatikan. Karena ini merupakan satu kesatuan peristiwa kerusuhan. Bukan terpisah. Begitu juga terhadap para korban kerugian material yang rumah dan rukonya dibakar,” urai Theo.
Pihaknya memastikan akan mengawal kasus kerusuhan Wamena ini lewat tim investigasi yang telah dibentuk. Dia berharap aparat kepolisian juga segera mengungkap perkara tersebut. “Kasus ini harus tuntas ke akar-akarnya, seluruh korban harus mendapatkan keadilan. Proses adat berjalan dan proses hukum juga harus dilakukan, karena itu adalah kesepakatan yang sudah diambil bersama,” tegasnya.
Ketua Asosiasi Bupati se-Papua Pegunungan Didimus Yahuli meminta masyarakat tidak terprovokasi atas kerusuhan ini. Dia berharap aparat kepolisian juga bisa bekerja sesuai prosedur. “Aparat keamanan harus mengedepankan standard operasional dengan baik dalam penanganan hal seperti ini, hingga tidak menimbulkan korban jiwa seperti peristiwa kemarin,” ungkap Didimus yang juga Bupati Yahukimo di hadapan warga, Selasa (28/2).
Didimus memastikan tuntutan warga agar kasus ini diselesaikan secara adat akan diakomodir. Pemerintah daerah mendukung hal ini sehingga ada rasa keadilan untuk masyarakat. “Kami juga sudah sampaikan bahwa yang melakukan kejadian itu oknum polisi bukan lembaga polisi, sehingga masyarakat tidak boleh terus menyalahkan polisi atau lembaga kepolisian, karena polisi itu identik dengan masyarakat, polisi ada dalam kehidupan masyarakat sehari-hari,” jelasnya.
Sementara Pj Gubenur Papua Pegunungan, Nikolaus Kondomo mengajak untuk mendoakan korban kerusuhan. Ia yakin pertemuan ini akan mendapat respons yang baik dari seluruh kepala daerah yang masyarakatnya berdampak. “Saya dengan para pejabat hadir disini untuk mendengarkan aspirasi dari keluarga korban peristiwa kerusuhan kemarin,” kata Nikolaus dalam keterangannya. (sar/detikcom)