Oleh: Tutus Riyanti
(The Voice of Muslimah Papua Barat Daya)
Seorang laki-lali bernama Eli Elkana Barus (28) yang merupakan staf keuangan di Kantor RRI Kota Sorong, ditemukan tanpa sehelai pakaian di kamar kosnya yang berada di lantai 2 rumah kontrakannya di Kota Sorong, Papua Barat Daya. Diduga ia menjadi korban pembunuhan pada Minggu (22/1). Eli Elkana Barus ditemukan tak bernyawa dengan bersimbah darah di rumah kontrakannya. Korban ditemukan tak bernyawa dengan 11 luka tusukan ditubuhnya. (radarsorong.id, 29/1/2023)
Diberitakan, polisi telah menangkap satu pelaku pembunuhan berinisial LR (30), yang ditangkap di rumahnya pada Sabtu (28/1). Pelaku merupakan tetangga korban. Kepolisian belum bisa menyampaikan motifnya, karena masih mendalami dan melakukan pengejaran terhadap pelaku lainnya.
Sekuler Kapitalisme Menjadi Penyebabnya
Kasus pembunuhan kerap terjadi di sekitar kita. Bisa menimpa siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Begitu mudahnya seseorang menghilangkan nyawa orang lain dengan sangat keji. Seolah, nyawa manusia menjadi tak berharga sama sekali. Motif pelakunya pun bisa berbeda-beda. Ada yang disebabkan karena masalah sakit hati, percintaan, hutang piutang, warisan, pekerjaan, atau bahkan hal-hal yang sepele pun bisa menjadi motifnya.
Sesungguhnya ini semua hanyalah dampak. Akar masalahnya adalah akibat dari penerapan sistem sekuler kapitalisme di negeri ini. Dengan asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, nilai-nilai moral dan agama telah dicabut. Asas ini melahirkan paham liberalisme yang mengagung-agungkan kebebasan. Baik kebebasan berakidah, berpendapat, berkepemilikan dan bertingkah laku. Hingga aturan-aturan agama pun makin dipinggirkan.
Keluarga sebagai benteng pertahanan, banyak yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Anak tidak dididik dan dibekali dengan ilmu agama yang benar. Mirisnya, kadang proses pendidikan anak seratus persen diserahkan ke institusi pendidikan.
Sekolah sebagai institusi pendidikan, alih-alih mampu mencetak generasi yang berkualitas yang memiliki kepribadian yang kuat, tetapi justru melahirkan generasi yang banyak masalah. Kurikulum yang diterapkan pun tidak mampu mengarahkan para pelajar untuk berakhlak mulia dan beradab.
Belum lagi masalah ekonomi yang mendera. Membuat manusia menjadi stres memikirkan kebutuhan hidup. Jika ada sebuah masalah yang menekan, maka manusia cenderung menghadapinya dengan emosi dan mengambil jalan pintas, termasuk melakukan pembunuhan. Tanpa mau berpikir panjang lagi.
Maraknya media sosial dan tayangan yang beredar di televisi, youtube, dan lain sebagainya, semua itu juga dapat memicu dan merangsang pemikiran manusia untuk melakukan aksi pembunuhan jika sedang menghadapi masalah. Ditambah tidak adanya kontrol sosial di masyarakat, yang cenderung cuek dan tidak mau saling mengingatkan.
Telah nyata, sistem sekuler kapitalisme adalah sistem yang rusak dan merusak, menggiring manusia pada keburukan dan penderitaan tanpa pandang bulu. Orang dewasa, remaja, bahkan anak-anak pun menjadi korbannya.
Islam Menghargai Nyawa Manusia
Islam memberikan perhatian sangat serius tentang persoalan nyawa manusia. Bahkan perlindungan atas nyawa manusia merupakan salah satu dari maksud tujuan utama diturunkannya syariat (maqasid syar’iyah), yaitu hifdun nafs, menjaga serta melindungi jiwa dan diri manusia.
Nyawa manusia dalam Islam sangat tinggi dan begitu berharga di hadapan Allah SWT dan Rasul-Nya. Bahkan dalam ranah Ushul Fiqih, persoalan nyawa manusia masuk dalam kategori al dharuriyat al khamsah (lima hal primer yang wajib dipelihara). Artinya, pada hukum asalnya, nyawa manusia tidak boleh dihilangkan begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Tak peduli, apakah nyawa orang muslim maupun kafir.
Allah SWT firman, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS.Al-Maidah:32).
Dari al-Barra’ bin Azib ra, Nabi SAW bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR.Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).
Pesan ini pun tidak hanya dibebankan kepada individu semata, namun mempunyai makna yang lebih luas yaitu kepada institusi negara. Karena negaralah yang wajib menjamin keselamatan setiap warganya. Negara yang dipimpin seorang penguasa juga bertanggung jawab penuh dihadapan Allah atas apa pun yang menimpa rakyat yang dipimpinnya.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam (kepala negara) itu adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Hukum Islam Bagi Pembunuh
Agar kasus pembunuhan tidak lagi merajalela, membutuhkan peran dari tiga pilar, yaitu:
Pertama, ketakwaan individu dan keluarga yang akan mendorong manusia senantiasa terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan (kaffah). Penerapkan aturan inilah yang akan membentengi individu umat dari melakukan kemaksiatan dengan bekal ketakwaan yang dimiliki.
Pilar kedua, kontrol masyarakat. Ia akan menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu dan keluarga. Kontrol ini sangat diperlukan untuk mencegah menjamurnya berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan. Budaya beramar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, tidak memberikan fasilitas sedikit pun, dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemungkaran, akan dapat meminimalisir tindak kejahatan yang ada.
Pilar ketiga, yaitu peran negara. Negara dalam Islam wajib menjamin kehidupan rakyatnya yang bersih dari berbagai kemungkinan berbuat dosa, yaitu dengan menegakan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Islam pun mewajibkan negara menjamin setiap warganya agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu sandang, papan dan pangan. Dengan terpenuhinya kebutuhan hidup rakyatnya, maka akan terhindar dari berbagai tindak kejahatan.
Negara juga wajib menyelenggarakan sistem pendidikan Islam dengan kurikulum yang mampu menghasilkan anak didik yang memiliki kepribadian Islam yang handal, sehingga terhindar dari berbagai perilaku maksiat. Sekaligus negara pun menjamin terpenuhi pendidikan yang memadai bagi rakyatnya dengan pendidikan berkualitas dan cuma-cuma.
Selain itu, negara akan menjaga agama dan moral serta menghilangkan setiap hal yang dapat merusak dan melemahkan akidah dan kepribadian kaum muslimin, seperti peredaran minuman keras, narkoba, pornografi, termasuk berbagai tayangan yang merusak.
Dalam Islam, negara akan memberikan sanksi pidana untuk pelaku pembunuhan disengaja, dengan salah satu dari 3 (tiga) jenis sanksi pidana syariah, bergantung pada pilihan yang diambil oleh keluarga korban (waliyyul maqtul), yaitu:
Pilihan pertama, qishas yakni hukuman mati. Jika keluarga korban menuntut hukuman mati, maka pelaku pembunuhan sengaja akan dijatuhkan hukuman mati (qishas) oleh hakim syariah (qadi).
Pilihan kedua, meminta diat (tebusan, uang darah). Dari Abdullah bin ‘Amr bahwa Rasulullah saw. berkhotbah pada saat Fathu Makkah, beliau bersabda, “Perhatikanlah! Diat untuk pembunuhan tidak disengaja yang tampak disengaja, seperti dilakukan dengan cambuk dan tongkat adalah 100 unta, 40 ekor di antaranya sedang hamil.” (HR Abu Dawud, no.1662).
Bagi yang mempunyai dinar atau dirham, diat tersebut dapat dibayar dengan uang senilai 1.000 (seribu) dinar atau senilai 12.000 (dua belas ribu) dirham. (HR.An-Nasa’i). (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-‘Uqûbât, hlm.112).
Pilihan ketiga, memaafkan, yaitu keluarga korban boleh tidak menuntut hukuman mati, dan juga tidak meminta diat (tebusan, uang darah) dari pihak pembunuh.
Demikianlah, telah sangat jelas bahwa tindak kejahatan pembunuhan akan terus terjadi, bahkan makin sadis jika sistem kehidupan yang ditegakkan adalah sistem aturan buatan manusia. Kejahatan ini hanya akan bisa diminimalisir dan diberantas secara tuntas jika hukum Islam diterapkan secara keseluruhan dalam segala aspek kehidupan. Baik dalam individu, keluarga, masyarakat, dan negara.(***)