Oleh: Tutus Riyanti (The Voice of Muslimah Papua Barat)
Dilansir dari radarsorong.id (7/11), Kapolres Sorong, AKBP Iwan P. Manurung,S.IK, mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya tengah menyelidiki dua kasus pembacokan yang terjadi berturut-turut, yakni:
Pada Jumat (4/11) malam, terjadi pembacokan yang dialami IRT bernama Andini (45) dengan TKP di kios pribadinya, di Kelurahan Makbusun, Distrik Mayamuk, Kabupaten Sorong. Akibat kejadian tersebut korban mengalami luka robek cukup parah di bagian kepala belakang sebelah kiri selebar 15 cm, luka robek di dahi selebar 13 cm, luka robek di pipi kiri selebar 6 cm, serta memar di lengan kiri.
Sedangkan pembacokan yang kedua dialami Komari (39) yang hendak ke kebunnya pada Minggu (6/11) pagi, di Kelurahan Klasuluk, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong. Akibat kejadian tersebut, korban mengalami luka terbuka pada bagian punggung. Kemudian pada Senin (7/11), pelaku berhasil dibekuk aparat tanpa perlawanan.
Dewasa ini, kriminalitas yang terjadi di tengah masyarakat semakin meningkat. Kondisi ini membuat masyarakat merasa tidak aman dan tidak nyaman. Masyarakat semakin dibayangi kekhawatiran dan ketakutan bahwa suatu saat mereka juga bisa menjadi salah satu korban.
Maraknya tindak kejahatan dan kriminalitas yang terjadi di tengah masyarakat, mau tidak mau membuat kita berpikir, apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa aksi ini seringkali terjadi dan dari tahun ke tahun selalu berulang? Dimana peran negara sebagai institusi yang seharusnya mengayomi masyarakat?
Dampak Sistem Kapitalisme
Diakui atau tidak, tingginya angka kejahatan dan kriminalitas bisa terjadi disebabkan karena sistem kehidupan saat ini, yang membuka pintu kejahatan seluas-luasnya.
Hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang tindak kejahatan dan kriminalitas. Pembunuhan, pembegalan, perampokan, pencurian, pengeroyokan, pemerkosaan, dan tindak kejahatan lainnya. Rasa aman dan nyaman semakin tiada. Nyawa dan kehormatan manusia seolah tak ada harganya. Bahkan rasa kemanusiaan yang seharusnya ada pada diri manusia pun perlahan mulai terkikis.
Kehidupan kapitalis-sekuler-liberal, membuat manusia hidup dalam kebebasan dan tidak mau diatur oleh aturan agama. Ketakwaan dan keimanan menjadi nomer kesekian. Disaat berbagai ujian kehidupan datang menghampiri, akhirnya jalan pintas menjadi solusi praktisnya. Tak perduli halal atau haram.
Saat ini, masyarakat hidup di dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Di dalam sistem ini, menciptakan kesenjangan sosial yang sangat nyata. Di mana para kaum kapitalis semakin berlimpah kekayaannya, sedang di sisi lain masyarakat hidup di dalam kemiskinan.
Kondisi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan ini, semakin di perparah dengan naiknya semua harga kebutuhan pokok. Belum lagi mahalnya biaya sekolah anak, naiknya biaya listrik dan air, serta kebutuhan tersier lainnya. Tentu saja hal ini menuntut seorang istri harus pandai memutar penghasilan suami, agar bisa terpenuhi segala kebutuhan hidup keluarganya. Kondisi ini sangat memungkinkan untuk merangsang terjadinya tindak kriminalitas.
Belum lagi masalah keadilan hukum yang tidak merata di negeri ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa “hukum bisa dibeli”. Ada oknum polisi, oknum pengacara, oknum hakim, atau oknum jaksa, yang memperjualbelikan hukum. Mereka bisa menghukum pihak yang tidak bersalah, juga bisa membebaskan pihak yang bersalah. Hukum bisa ditransaksikan. Hukum ibarat mata pisau, tajam kebawah tapi tumpul keatas.
Begitu juga sanksi hukuman di negeri ini yang sama sekali tidak memberikan efek jera bagi pelakunya. Mereka dengan mudah akan mengulangi perbuatannya, karena hukuman yang diberikan sangat ringan. Sejatinya, hukuman yang saat ini diberikan oleh negara bagi pelaku tindak kriminalitas, masih belum bisa menuntaskan permasalahan secara tuntas.
Jika demikian penanganannya, dipastikan tindakan kriminalitas tersebut akan semakin meningkat dan berulang. Masyarakat merasa semakin tidak aman. Inilah dampak diterapkannya sistem kapitalisme. Rasa aman tidak akan bisa didapatkan jika terus menerapkan sistem ini.
Islam Solusi Tuntas
Didalam Islam, keamanan adalah hak rakyat. Negara wajib untuk mewujudkannya. Rasa aman akan muncul jika tidak ada ancaman terhadap jiwa, harta, fisik, psikis, kehormatan, dan lain sebagainya.
Rasulullah SAW bersabda, “Seorang mukmin (yang sempurna) yaitu orang, yang manusia merasa aman dari darah mereka dan harta mereka dari gangguannya,” (HR. Tirmidzi dan An Nasa’i)
Rasulullah SAW bersabda, “Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang yang selamat dari orang muslim lainnya, dari lisan dan tangannya,” (HR. Bukhari dan Muslim)
Karenanya, negara wajib untuk memberikan hukuman (sanksi) yang tegas bagi pelaku tindak kriminalitas. Siapapun orangnya. Tidak ada “transaksi” hukum. Penerapan Sistem ‘Uqubat (sanksi) seperti: hudud, jinayat, ta’zir, dan mukholafat, berfungsi sebagai zawajir (pencegah/efek jera) dan jawabir (penghapus dosa) bagi para pelakunya.
Allah SWT berfirman, “Dan dalam qishaash itu ada (kelangsungan hidup) bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa.” (QS.Al Baqarah:179)
Selain itu, negara juga harus memperhatikan kesejahteraan ekonomi rakyatnya. Jika masalah ekonomi sudah terjamin, kemungkinan rakyat untuk melakukan tindak kejahatan akan sangat minim.
Dan yang paling penting, negara juga harus membekali serta membina rakyatnya agar beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Ketika keimanan dan ketakwaan sudah tumbuh dalam jiwa rakyat, maka segala macam kejahatan dan kemaksiatan akan dijauhi dengan sendirinya tanpa dipaksa dan diancam.
Manusia tidak bisa berharap hidup secara aman, nyaman dan tenteram di dalam sistem kapitalisme sekuler yang sudah rusak dari akarnya ini. Hanya dengan penerapan sistem aturan Islam, rasa aman dan tenteram akan bisa dinikmati oleh seluruh manusia. Tak perduli muslim atau bukan.(***)