Penyerangan di Maybrat – Bintuni Pengaruhi Akses Transportasi Darat
MANOKWARI – Pangdam XVIII/Kasuari, Mayjen TNI Gabriel Lema dengan tegas menyatakan tidak ada toleransi bagi para pelaku penyerangan 14 pekerja jalan Bintuni-Maybrat pada 29 September silam. Para pelaku saat ini sudah menjadi daftar pencarian orang (DPO) dari beberapa kasus kejadian yang selalu meneror bahkan melakukan penganiyayaan kepada masyarakat maupun aparat. “Upaya dan tindakan dari kepolsian masih terus berjalan dan masuk dalam DPO,” ujarnya di Manokwari, Kamis (6/10).
Ia mengungkapkan bahwa pihaknya juga masih menunggu sepenuhnya dari pihak kepolisian untuk segera melakukan penangkapan para pelaku. Gabriel Lema meminta kepada masyarakat untuk bisa memberikan informasi jika ada indikasi ketemu, jumpa atau mengetahui keberadaan para pelaku. “Baik di kampung maupun di kota, sehingga aparat keamanan dalam hal ini kepolisian bisa secepatnya melakukan penangkapan,” tuturnya.
Pangdam berharap kejadian yang serupa tidak terlung kembali. Hal tersebut yang diingikan semua masyarakat dan juga para pemangku kebijakan. “Itu yang kita dan semua masyarakat harapkan,” katanya.
Berkaitan dengan kondisi pembangunan, Pangdam mengatakan harus berjalan, bukan hanya mengenai jalan saja melainkan pembangunan di Papua Barat harus berjalan karena untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri. “Kaitan dengan bagaiamana untuk diamankan sehingga tidak terjadi hal demikian, saya kira tidak menjadi masalah jika membutuhkan keterlibatan TNI-Polri dalam pengawalan pekerjaan jalan dan sebagainya,” pungkasnya.
Sementara itu, belum hilang ketakutan akibat penyerangan di Kampung Kisor Distrik Aifat Selatan Kabupaten Maybrat yang menewaskan 4 anggota TNI pada September 2021 lalu, kini di jalan Trans Teluk Bintuni-Maybrat terjadi penembakan yang mengakibatkan 4 orang meninggal dunia. Penyerangan dan pembantaian tersebut turut mempengaruhi moda trasportasi darat (angkutan) Sorong-Maybrat
Salah satu supir Angkut Sorong-Maybrat, Brian menjelaskan kejadian penembakan terbaru memberikan dampak yang cukup besar bagi para supir, sebab ada rasa kekhawatiran ketika para supir beroperasi ke Kabupaten Maybrat khususnya di daerah yang ada penyerangan. “Itu menjadi kekhawatiran kami saat mencari (beraktifitas) karena takut akan kejadian tersebut,” jelasnya kepada Radar Sorong, Kamis (6/10)
Diakui Brian, untuk daerah Kamundan, Kisor serta beberapa daerah lainnya di Kabupaten Maybrat, para supir enggan masuk, karena dijaga ketat oleh masyararak maupun para peneggak hukum dalam hal ini kepolisian. “Kami merasa khawatir sejak kejadian pembantaian di daerah Kisor dan kini ditambah lagi dengan adanya penembakan di jalan trans Bintuni-Maybrat,” tuturnya. Menurut Brian, tidak hanya kesulitan akses dan ketakutan para supir, penumpang juga mulai sulit karena sebagaian besar penumpang Sorong-Maybrat bertempat tinggal di daerah yang pernah terjadi konflik seperti Kisor.
Brian berharap pemerintah dapat menindaklanjuti dengan mencari solusi, agar para supir khususnya pekerja bisa aman dalam menjalankan aktifitas sehari-hari, sebab para supir pastinya memiliki keluarga yang menunggu kepulangan mereka. “Untuk perjalanan Sorong-Kumurkek Maybrat bisa mencapai 5 jam dan biaya ongkos perorang Rp 300 ribu, sedangkan Sorong-Ayamaru Rp 250 ribu. Kami mau naikkan ongkos taxi tapi belum karena rata-rata masyarakat di sana hanya bertani,” ungkapnya Dikatakan Brian sejak kejadian tersebut penghasilan para supir hanya berkisar Rp 4 juta hingga Rp 5 jutaan perbulan berbeda dengan sebelum kejadian para supir Taxi Maybrat-Sorong bisa meraup keuntungan lebih dari itu. (bw/juh)