MANOKWARI – Panitera sidang Militer di Pengadilan Negeri Manokwari meminta paksa dua telepon genggam (handphone) wartawan saat melakukan peliputan sidang perkara oknum TNI AD yang mengeluarkan tembakan saat pesta pernikahannya beberapa waktu lalu. Persidangan tersebut dipimpin hakim ketua, Kolonel Chk Rudy D Prakamto membuka persidangan secara terbuka untuk umum, Senin (17/10) dalam agenda pembacaan dakwaan.
Namun seiring berjalannya persidangan, dua wartawan diminta paksa untuk menyerahkan telepon genggam dan menghapus semua file rekaman dan foto. Keduanya yakni Safwan Ashari wartawan Tribunnews Papua Barat dan Hendri Sitinjak pimpinan redaksi Tabura Pos mendapat perlakuan tidak menyenangkan sekitar pukul 15.00 WIT.
Salah satu wartawan, Safwan Ashari mengaku bahwa sebelum diminta paksa telepon genggamnya, ia diminta untuk menunjukkan ID card dan KTP elektronik. Setelah menunjukkan identitas wartawan, panitera sidang Militer meminta paksa telepon genggam. “Diminta paksa dan dihapus semua file pada saat persidangan,” ujarnya.
Ia menjelaskan saat awal persidangan, hakim ketua membuka sidang dan mengatakan terbuka untuk umum. Sesekali terlihat petugas berlalu-lalang di pintu samping kiri pengadilan. “Sekitar pukul 14.50 WIT, hakim ketua langsung memerintahkan panitera untuk melakukan pengecekan kepada dua wartawan,” jelasnya. “Saat itu kita (Safwan dan Hendri) berada di pintu samping kiri,” imbuhnya.
Ia menuturkan saat sidang tersebut, bukan hanya dua wartawan melainkan ada juga keluarga korban dan anggota intelejen. Keluarga dan intelejen leluasa mondar mandir dan mendokumentasikan persidangan. “Selain kita (Safwan dan Hendri) ada juga keluarga korban dan intelejen. Keluarga korban dan intelejen mondar mandir ambil foto,” tuturnya. Petugas yang meminta paksa handphone kemudian menyampaikan perihal aturan yang ada dalam internal pengadilan militer, padahal hakim ketua membuka sidang dan menyatakan, sidang terbuka untuk umum. (bw)