Pj Bupati Sorong : Kami Masih Butuh 535 Guru
AIMAS – Pj. Bupati Sorong Yan Piet Mosso dalam paparan kepala daerah saat Raker Bupati/Walikota se-Papua Barat mengungkapkan di Kabupaten Sorong telah membangun kerja sama dengan sejumlah lembaga pendidikan yang melahirkan Kampung Inggris. “Di kampung ini sejumlah anak asli Papua dididik dengan bahasa asing antara lain bahasa Inggris dan Mandarin. Sebanyak 2 angkatan sudah diberangkatkan ke luar negeri untuk studi lanjutan sebagai komitmen pemerintah daerah terhadap pendidikan dan orang asli Papua,” jelasnya.
Sebagai catatan, di seluruh tanah Papua, program Kampung Inggris hanya ada di Kabupaten Sorong yang saat ini tengah mendidik 78 siswa orang asli Papua (OAP). Selain itu, ada juga Rumah Singgah yang dimanfaatkan sebagai tempat pelatihan kepemimpinan dan penggalian potensi diri bagi para peserta. “Saat ini sedang digembleng anak-anak OAP khususnya asli Moi dengan berbagai keterampilan salah satunya keterampilan komputer dan meluluskan 30 orang siswa asli Moi pekan lalu,” ucapnya.
Dikatakannya, pembangunan sektor pendidikan menjadi salah satu prioritas di Kabupaten Sorong. Dana dari berbagai sumber digelontorkan untuk pembangunan sector pendidikan, salah satu sumber dana yang digunakan adalah dana bagi hasil (DBH) Migas Otsus bagi total 929 peserta didik dari PAUD hingga perguruan tinggi. Selain itu, penyediaan angkutan khusus yang digratiskan bagi siswa-siswi Kabupaten Sorong sebanyak 33 unit yang tersebar di berbagai distrik.
Pada tahun anggaran 2022, Kabupaten Sorong menganggarkan dana BOSDA sebesar total Rp 5,7 miliar untuk Sekolah Dasar dan SMP se-Kabupaten Sorong. Melalui dana tersebut, Pemkab Sorong berhasil menyelenggarakan pendidikan gratis bagi 14.803 murid SD dan 5.535 murid SMP di seluruh Kabupaten Sorong. Saat ini tenaga guru kontrak yang di biayai dengan dana Otsus tercatat sebanyak 99 orang yang tersebar di SD dan SMP di seluruh wilayah Kabupaten Sorong. Sedangkan data tahun 2022 jumlah total guru di Kabupaten Sorong dengan status PNS sebanyak 1.140 orang, P3K sebanyak 297 orang, dan non PNS sebanyak 358 orang.
Pj. Bupati Sorong, Yan Piet Mosso dalam paparan kepala daerah saat Raker Bupati/Walikota se-Papua Barat mengatakan jumlah guru ini masih sangat kurang untuk melayani seluruh sekolah di Kabupaten Sorong. “Kami masih butuh sekitar 535 guru yang harus didistribusikan ke seluruh SD dan SMP yang tercatat total sebanyak 196 SD dan 46 SMP,” papar Yan Piet Mosso.
68.988 Anak Putus Sekolah, Pj Gubernur PB : Faktor Ekonomi
Sebanyak 68.988 siswa jenjang SD/SMP hingga SMA/SMK di Provinsi Papua Barat dilaporkan putus sekolah. Salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah ini karena faktor ekonomi.
“Banyak anak-anak asli Papua yang putus sekolah. Dari data 68.988 anak putus sekolah,” tutur Pj Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw.
Waterpuw menuturkan, faktor ekonomi orang tua siswa menjadi salah satu penyebabnya. Bupati dan wali kota pun diimbau segera mencari solusi terbaik agar para siswa bisa kembali melanjutkan pendidikan. “Jadi kita mau diskusikan dengan para bupati/wali kota untuk mencari solusi. Banyak faktor penyebabnya, antara lain dari faktor ekonomi orang tua,” ungkapnya. Menurutnya, pendidikan sangat penting untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di Papua Barat. Hal ini juga berdampak pada masa depan anak-anak di dunia kerja.
Ia mengkhawatirkan, tingginya anak putus sekolah bisa berdampak pada peningkatan angka pengangguran di Papua Barat di masa mendatang. “Namun dengan kondisi ini bagaimana anak-anak kita mau bekerja. Masalah pendidikan Itu merupakan topik utama yang harus kita bahas dan selesaikan,” tegasnya.
Sementara itu, akademisi Universitas Papua (Unipa) Agus Sumule mengaku miris dengan tingginya angka anak putus sekolah di Papua Barat. Hal ini harus segera menjadi perhatian serius pemerintah. “Data yang saya paparkan 68.988 anak tidak menyelesaikan sekolah di Papua Barat, merupakan data yang tiap tahun dikeluarkan oleh Kemendikbudristek,” ungkap Agus Sumule seperti dilansir detikcom, Sabtu (22/10).
Dari data yang diterima, Agus Sumule merincikan, dari total 68.988 anak yang tidak dapat menyelsaikan pendidikan tersebar di 13 kabupaten/kota di Papua Barat. Rinciannya, ada 24.725 di antaranya merupakan siswa jenjang SD, lalu tingkat SMP sebanyak 25.326 orang dan tingkat SMA/SMK sebanyak 18.938 orang. “Di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni merupakan penyumbang terbesar anak tidak sekolah sebanyak 5.598. Selanjutnya Kabupaten Kaimana dengan jumlah anak tidak bersekolah sebanyak 4.588, dan Kabupaten FakFak sebanyak 4.318 anak tidak bersekolah,” urai dia.
Sementara di wilayah Kabupaten Manokwari, lanjut Agus, penyumbang terbesar angka anak tidak bersekolah, sebanyak 12.804. Kemudian Kabupaten Pegunungan Arfak dengan 8.508 anak tidak bersekolah. Sedangkan di urutan ketiga, Kota Sorong dengan jumlah 6.577 anak tidak bersekolah. “Di sisi lain penyumbang anak putus sekolah terendah adalah Kabupaten Tambrauw dengan angka 1.061 anak tidak bersekolah. Total keseluruhan anak putus sekolah se-Provinsi Papua Barat, 68.988 anak putus sekolah,” papar Dosen Ilmu Kependudukan Unipa ini. Agus menegaskan untuk mengatasi permasalahan ini ada tiga hal yang penting yang patut jadi perhatian. Salah satunya, meningkatkan kesadaran orang tua terhadap pentingnya pendidikan anak, terjangkaunya akses sekolah, dan ketiga pentingnya tenaga guru merata dan berkualitas. “Bicara pendidikan, maka setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak sesuai yang diamanatkan UU 1945. Masalah guru yang paling utama untuk kita tuntaskan. Hanya para pendidik yang bisa menyelesaikannya, bukan media sosial atau youtube. Hanya guru yang menyelesaikannya,” tutupnya. (ayu/**/ sar/tau/detikcom)