SORONG – Direktur Informasi Komunikasi Polhukam Kementerian Kominfo, Bambang Gunawan mengatakan, perwujudan negara hukum yang berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum. “Salah satu proses pembangunan hukum yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah khususnya di bidang hukum pidana, adalah dengan melakukan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” katanya.
Dikatakannya, upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda, perlu segera dilakukan sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat. DPR periode 2014-2019 telah menyepakati draf RKUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama, namun timbul berbagai reaksi dan gelombang protes terhadap sejumlah pasal RKUHP yang disuarakan masyarakat, termasuk dari para pegiat hukum dan mahasiswa. “Pada September 2019, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan memerintahkan peninjauan kembali pasal-pasal yang bermasalah. Anggota DPR lalu secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP pada bulan April 2020. Pembahasan pun terus bergulir hingga saat ini,” bebernya.
Dalam proses pembahasan terkini lanjut Bambang Gunawan, ada beberapa pasal Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang menimbulkan kontroversi, perdebatan dan polemik di masyarakat. Beberapa contoh pasal yang dinilai bermasalah adalah pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden (Pasal 218), penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240, 241), serta larangan penghasutan untuk melawan penguasa umum (Pasal 246-248). “Dalam perkembangannya ada 14 materi yang telah diinventarisir menimbulkan kontroversi dan 5 diantaranya sudah dikeluarkan,” tuturnya.
Bambang mengatakan, pasal-pasal kontroversi lainnya yang masih dikaji lebih mendalam, yakni persoalan the life in law atau hukum yang hidup di dalam masyarakat, pidana mati, penodaan agama, dan penghinaan yang menyerang harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. “Terakhir masalah kejahatan kesusilaan yang mencakup beberapa permasalahan yang cukup mengundang kontroversi, diantaranya aborsi, pencabulan, perzinaan, perselingkuhan dan poligami,” jelasnya.
Ia mengungkapkan, pemerintah sudah menyerahkan draft terbaru RUU KUHP ke Komisi III DPR RI seusai rapat kerja terkait penyerahan penjelasan 14 poin krusial dari Pemerintah pada 6 Juli 2022. Komisi Ill DPR dalam hal ini fraksi-fraksi akan melihat kembali penyempurnaan naskah dari pemerintah. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas terkait RKUHP pada tanggal 2 Agustus 2022 serta rapat koordinasi dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada tanggal 12 Agustus 2022, Kemkominfo bekerja sama dengan Kemenkopolhukam dan Kemenkumham telah menyelenggarakan acara Kick Off Dialog Publik RKUHP di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2022 untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap draft RKUHP. “Acara tersebut sekaligus menjadi pembuka bagi rangkaian acara Dialog Publik RKUHP di 11 kota lainnya di Indonesia, termasuk Papua Barat,” katanya.
Berdasarkan hal tersebut maka Direktorat Informasi dan Komunikasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan acara Dialog Publik RKUHP. “Acara ini diharapkan dapat menjadi sarana diskusi antara elemen-elemen publik dan pemerintah dalam pembahasan terkait penyesuaian RUU KUHP yang baru,” pungkasnya.
Dialog public RKUHP yang digelar Rabu (5/10) menghadirkan narasumber, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Pujiyono, SH., M.Hum. Guru Besar Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. R. Benny Riyanto, SH.M.Hum.CN. Dan Akademisi Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda, SH.M.Hum.,Ph.D. Dari pantauan Radar Sorong, para narasumber hanya mengulas kembali latar belakang terbentuk RUU KUHP. (zia)