KPK : Lemahnya Pengawasan Biasanya Ada Pungli, Korupsi dan Gratifikasi
SORONG – Pasca melaksanakan rapat koordinasi monitoring dan evaluasi penataan izin usaha pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di wilayah Papua Barat di Swiss Bel Hotel, Selasa (13/9). Selanjutnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Papua Barat berserta tIm turun melaksanakan pemasangan Plang di salah satu galian C (Tambang) ilegal di Km 10 masuk. Meskipun proses pemasangan plang penertiban tersebut sempat mengalami kesulitan lantaran adanya aksi pemalangan menuju lokasi tambang ilegal oleh sekelompok massa, namun plang tetap dipasangkan. Hal tersebut dilakukan sebab tambang galian C yang berlokasi di Km 10 merupakan usaha ilegal atau tidak berizin.
Kepala Satgas Workshop KPK Wilayah III, Dian Patria menjelaskan intisari dari hasil rapat bersama sejunlah instansi, yakni bilamana ada tambang galian C yang tidak berizin harus ditertibkan. “Karena sumber bahan baku Sorong ada di Saoka, jangan sampai kita disini beli dari yang ilegal, kemudian yang legal justru kirim ke tempat lain. Kami mendukung penertiban karena ini berbicara soal solusi jangka panjang bukan jangka pendek. Kalau mau bereskan, harusnya dari hulu,” tegasnya.
Dian mengatakan, sejumlah penambangan yang tidak berizin, jelas aturannya adalah ilegal maka harus ditertibkan karena ada sanksi dari UU Kehutanan, SDM dan Tata Ruang. Ada dan tidak adanya banjir, galian C yang tidak berizin harus ditertibkan. “Jangan sampai dibalik. Lemahnya pengawasan biasanya ada pungli, korupsi ataupun gratifikasi, jangan sampai demikian. Karena biasanya dibalik pembiaran, ada pungli,” tandasnya.
Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi Papua Barat, ada 10 hingga 11 galian C di wilayah Kota Sorong, khususnya di Saoka ada sekitar 6 galian C, sedangkan di Km 10 tidak ada satupun tambang galian C yang berizin (Ilegal), bahkan aktifitas tambang galian C tersebut telah masuk ke dalam kawasan hutan. “Kita pasang plang hari ini. Sebenarnya di tahun 2020 sudah ada pemasangan plang, artinya sudah 2 tahun dikasih kesempatan namun masih melakukan aktifitas, sedangkan tidak ada pergerakkan untuk pengurusan izin, bahkan tidak ada pemasukan pajak sekalipun,” ucapnya. Dian menegaskan, pihaknya berada di ditengah-tengah untuk menegakkan aturan, karena Pj. Gubernur Papua Barat sudah memberikan arahan hingga ketiga kalinya, jika tidak berizin harus tutup.
Sementara itu, Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN, Ariodilah Virgantara,ST,MT mengatakan, Kementerian Argaria Tata Ruang selama ini telah melakukan audit tata ruang di Kota Sorong tahun 2019, yang ditindaklanjuti dengan kegiatan fasilitasi penertiban tahun 2020 yang menemukan adanya indikasi pelanggaran. “Ada 9 indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang, 5 diantaranya berada di Saoka, 2 tambang di Km 10. Dalam rapat tadi (Kemarin,red, kami mendorong Pemerintah Kota Sorong untuk mengenakan sanksi administratif kepada pelanggaran tersebut agar kita bisa meneggakan hukum,” tuturnya.
Ariodilah mengatakan, akan didiskusikan apa sanksi yang tepat, bisa saja surat peringatan, pencabutan izin, penutupan lokasi, pemulihan fungsi ruang hingga pembongkaran. Namun tentunya juga berkaitan dengan konteks masyarakat yang harus dipertimbangkan sehingga perlu adanya pembicaraan lebih lanjut terkait pengenaan sanksi. “Kami juga mendorong dan mendukung pemerintah Kota Sorong segera menyelesaikan revisi RT/RW dengan mempertimbangkan beberapa substansi diantaranya adalah kawasan rawan bencana, berkaitan dengan banjir dan juga lokasinya rawan gempa yang membutuhkan alokasi khusus terhadap ruang-ruang untuk bisa meminimalkan risiko terjadi bencana,” pungkasnya. (juh)