Chikita Febrilia Tanati: Perempuan Papua Jangan Pernah Menyerah
SORONG-Karya anak bangsa khususnya anak Asli Papua Barat, kembali mewarnai layar lebar Indonesia. Karya yang diberi judul Perempuan Tanah tersebut ditulis oleh Chikita Febrilia Tanati yang merupakan anak asli Suku Moi, Kota Sorong, tayang perdana di Bioskop XX1, Selasa (13/9).
Pantauan Koran ini, pemutaran perdana Film Perempuan Tanah disaksikan oleh puluhan muda-mudi hingga orang dewasa, sebagai bentuk dukungan terhadap karyan anak perempuan Papua, yang juga merupakan Putri Pariwisata Indonesia Papua Barat 2022.
Film Layar Lebar tersebut menceritakan kisah perempuan Papua di perkampungan yang dihadapkan pada kekerasan dalam rumah tangga, akan tetapi bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan serta memberikan pendidikan yang terbaik terhadap putrinya.
Chikita Febrilia Tanati menjelaskan ketika bergabung dengan Organisasi Sa Perempuan Papua, Chika merasa banyak isu penting yang harus disuarakan terkait peran perempuan dalam kehidupan. Khusunya kehadiran Eda Doo (Ibu Kandungnya) yang membuatnya berfikir bahwa Pahlawan Tanpa Sayap itu ada di dalam kehidupannya
“Dari kisah hidup mama, saya akhirnya menulis cerita yang di filmkan dalam judul Perempuan Tanah. Film tersebut menceritakan kehebatan Mama Papua, dari kehebatan mama saya, saya yakin masih banyak lagi perempuan Papua hebat diluar sana yang tertekan dengan isu tabu seperti kekerasan seksual hingga kesehatan Reproduksi,”jelasnya.
Selain mengangkat isu perempuan Papua, Chikita yang juga merupakan Putri Pariwisata Indonesia Papua Barat 2022 tersebut menyajikan pemandangan laut dan alam di tanah Papua, serta kehidupan masyarakat lokal khususnya Mama Papua dengan mengandalkan sagu sebagai bahan makanan pokok.
Kemudian, berkreasi membuat makanan dari sagu untuk di jual serta menganyam noken, demi keberlangsungan hidup serta menyekolahkan anaknya agar memiliki masa depan yang lebih baik.
“Hal ini menunjukkan bahwa peran perempuan dalam dunia pariwisata dengan berjualan sagu dari hasil alam kepada para wisatawan domestik maupun internasional,”paparnya.
Cerita tersebut, tambah Chikita juga sebagai imbauan agar berhenti melakukan kekerasan terhadap perempuan. Perempuan yang harus memiliki bahu kuat untuk menjadi sosok Ibu dan Pencari Nafkah.
Proses pembuatan film ini berlangsung sejak tahun 2020, dan produksinya selama 6 bulan. Hal yang sulit dalam memproduksi, ialah alat produksi yang harus didatangkan dari Jakarta, Chika juga harus meronggok kantong untuk mendatangkan alat produksi tersebut.
“Kemudian talent yang terlibat, Puji Tuhan talent yang terlibat merupakan keluarga sehingga lebih mempermudah. Hal unik yang saya rasakan adalah proses pembuatan cerita yang berkaitan dengan emosi kemudian bayangan kerasnya jadi perempuan Papua, tatanan hidup yang harus diubah,”ungkapnya.
Untuk perempuan Papua, Chika berpesan jangan pernah mudah menyerah. “Karena tong pu bahu diciptakan untuk bekerja keras. Kalian tidak sendiri, banyak perempuan yang dukung dan selalu andalkan Tuhan. Untuk anak muda Papua, jangan menyerah dan pastikan kam pu mimpi tercapai dan selalu libatkan Tuhan,”pungkasnya.(juh)