Goram Gaman : Mengapa Tidak Ditangkap Saat Ketiganya Beraktifitas di Kota Sorong
SORONG – Paska penangkapan 3 staf khusus Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) oleh Mapolres Sorong Kota, sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan NFRPB mendatangi Mapolres Sorong Kota, Rabu (20/9). Kedatangan massa untuk melihat secara langsung keberadaan tiga staff khusus yang dibawa ke Mapolres Sorong Kota pada Selasa (19/9). Namun, nyatanya ketiga staff khusus presiden tersebut sudah dibawa ke Manokwari.
Staff Khusus Presiden NFRPB Bidang Kemitraan dan Kerja Sama, Abraham Goram Gaman menegaskan penangkapan terhadap 3 staf khusus yakni Letjen Ilyas Wetipo, Letjen Marten Samonsabra dan Brigjen Juran Pahabol yang ditangkap oleh Polres Sorong Kota dengan dalil melakukan makar dan pembohongan publik di Sorong pada 13 September 2022 adalah kekeliruan. “Kami melihat penangkapan tersebut sebuah kekeliruan yang besar, karena kunjungan ketiga staf khusus presiden tersebut adalah kunjungan kenegaraan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat Kota Sorong dalam menjaga keamanan dan kondusifitas kegiatan di Kota Sorong dan tanah Papua secara keseluruhan,” jelas Abraham Goram Gaman kepada Radar Sorong, Rabu (20/9).
Dikatakannya, sebelum melakukan kunjungan, pihaknya sudah terlebih dahulu memberikan surat secara resmi terkait kegiatan yang bersifat administrasi untuk membangun kerjasama, hubungan dan komunikasi yang baik. “Kami juga telah melayangkan surat kepada Kapolres Sorong Kota tertanggal 12 September 2022, staf khusus datang dengan seragam karena berpangkat Letjen dan Brigjen dari Jayapura hingga ke Kota Sorong, mereka tiba dan dijemput dengan aman dan melangsungkan kegiatan selama 5 hari di Kota Sorong,” bebernya.
Anehnya lanjut Goram Gaman, ketika ketiganya kembali pada hari Minggu (18/9) ke Jayapura, ketiga staf khusus tersebut justru ditangkap dengan LP dari Polres Sorong Kota untuk menahan ketiganya dengan dalil melakukan makar dan pembohongan publik. “Pertanyaan kami, kapan mereka melakukan LP di Sorong sehingga dikatakan makar. Kalaupun ada makar, mengapa mereka tidak ditangkap sejak melakukan aktifitas atau kegiatan pada 13 September, bahkan mereka melakukan aktifitas dan tinggal di Kota Sorong selama 5 hari tidak ditangkap,” tandasnya.
Goram mempertanyakan pernyataan bohong dan makar seperti apa, sementara FNRPB berjuang dengan cara sopan dan mengedepankan demokrasi dan hukum internasional. Ia menegaskan pihaknya menghormati Negara Indonesia yang membangun bangsa Papua tetapi saat melakukan komunikasi konstruktif justru dianggap makar. “Ini kekeliruan yang dilakukan oleh Polri, saya meminta agar penangkapan ketiganya harus ditinjau kembali. Saya tadi datang ingin menemui mereka tapi katanya mereka sudah dibawa ke Manokwari. Kami akan tetap melakukan pendampingan sesuai prosedur yang berlaku,” tegasnya.
Menurut Goram Gaman, rakyat harus tahu bahwa di tengah polemik dan dinamika apapun pada saat ini di mana NKRI harga mati, maka Papua Merdeka juga harga mati. “Kita semua terpolarisasi di dalam matematika NKRI harga mati dan NFRPB Papua Merdeka juga harga mati,” tegasnya.
Melihat perubahan politik yang terjadi di tanah Papua, tambah Goram, didalam perjuangan bangsa Papua untuk menggapai hak politik, kolektif dan obsolute bangsa Papua untuk berpemerintahan dan bernegara sendiri. “Kami mengedepankan kedamaiam, tidak ada ancam-mengancam namun semua sesuai prosedur hukum internasional. Urusan peralihan kekuasaan dan pengakuan merupakan urusan presiden,” katanya sembari menambahkan, Presiden FNRPB telah membuat beberapa surat kepada Presiden SBY dan Presiden Jokowi, dan proposal perundingan damai Oktober 2021 namun hingga saat ini Indonesia belum membuka ruang perundingan. (juh)