Kuasa Hukum Nilai Cacat Prosedural dan Formil
JAYAPURA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi senilai Rp1 Miliar. Gubernur Papua Lukas Enembe rencananya akan diperiksa oleh penyidik KPK di Mako Brimob Polda Papua, Kotaraja Jayapura. Namun pemeriksaan ini batal dilakukan karena ketidakhaditan Gubernur Enembe yang sedang berobat keluar Negeri. Seratusan kelompok massa yang merupakan simpatisan gubernur mamadati Mako Brimob Polda Papua setelah mendapati informasi Gubernur Enembe akan diperiksa oleh penyidik KPK. Untuk melakukan pengamanan sekitar tiga SSK aparat kepolisian diturunkan, baik dari Polresta Jayapura Kota, Polda Papua dan personel Brimob.
Koordinator tim kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening saat memberikan keterangan pers mengatakan penetapan status tersangka pada kliennya sangat prematur dan tidak sesuai KUHP. “Karena sampai saat ini Gubernur Papua Lukas Enembe sendiri belum diminta keterangan sebagai saksi sehingga ini bertentangan dengan KUHP dimana penetapan seorang tersangka pertama harus punya dua alat bukti dan harus dimintai keterangan sebagai saksi,” kata Stefanus Roy Rening didampingi tim kuasa hukum Yustinus Butu, Alo Renwarin dan jubir Gubernur Rifai Darus usai bertemu penyidik KPK di Mako Brimob Kotaraja, Jayapura, Senin (12/9). “Dengan demikian penetapan Gubernur Lukas Enembe sebagai tersangka cacat prosedural dan formil,” sambungnya.
Ia pun mempertanyakan, penetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka gratifikasi yang tidak sesuai KUHP. “Jadi, uang 1 miliar yang KPK bilang gratifikasi itu pak Gubernur Lukas Enembe punya uang pribadi yang beliau minta kirim untuk pakai berobat,” tegasnya.
Ia mengungkapkan, kliennya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi Rp 1 miliar. Roy mengatakan kliennya Lukas Enembe menjadi tersangka di KPK sejak 5 September 2022. Roy meminta KPK untuk hentikan berbagai macam cara yang mengkriminalisasi pejabat Papua. “Kami minta hentikan kriminalisasi terhadap Gubernur Papua Lukas Enembe yang sudah mendapat surat ijin Mendagri berobat ke Filipina,” katanya. Diakuinya, Gubernur Enembe tetap kooperatif menghadapi kasus dugaan gratifikasi ini. “Pak Gubernur Lukas Enembe tidak lari keluar negeri tapi beliau (Lukas Enembe) sudah mendapat izin untuk berobat,” tegasnya.
Sementara itu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mencekal atau melarang Gubernur Papua Lukas Enembe bepergian ke luar negeri terkait dugaan kasus korupsi yang menjerat dirinya. “Direktorat Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi menerima pengajuan pencegahan kepada subjek atas nama Lukas Enembe,” kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham I Nyoman Gede Surya Mataram di Jakarta, Senin (12/9).
Pencekalan terhadap orang nomor satu di Provinsi Papua tersebut diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Ditjen Imigrasi pada 7 September 2022. Pencegahan tersebut berlaku selama enam bulan ke depan. Lukas Enembe, pria kelahiran 27 Juli 1967, resmi dicegah keluar dari wilayah Indonesia terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan pencegahan sampai dengan 7 Maret 2023. “Yang bersangkutan dilarang bepergian ke luar negeri selama masa pencegahan berlaku,” ujar Surya.
Setelah menerima permintaan pencegahan, Surya mengungkapkan Ditjen Imigrasi langsung memasukkan nama Lukas Enembe ke dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang terhubung ke seluruh Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) di bandara, pelabuhan laut, dan Pos Lintas Batas Negara (PKBN) seluruh Indonesia. (al/**/ant)