RADARSORONG.ID – MANOKWARI – Tim 512 yang kini tersisa 385 orang berdasarkan hasil verifikasi, menyerahkan dokumen data honorer Papua Barat mulai dari tahun 2004 hingga 2012 kepada Komisi I DPR Papua Barat, Kamis (1/9). Wakil Ketua III DPR Papua Barat, Saleh Siknun mengatakan penyerahan dokumen tersebut merupakan tindak lanjut dari langkah-langkah DPR PB bersama badan kepegawaian daeran serta badan kepegawaian negara regional XIV Manokwari
Pada penyerahan dokumen tersebut DPR PB meminta tim 512 yang tersisa 385 orang harus menjadi ASN bukan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) sebab mereka merupakan korban pengakatan ASN Papua Barat formasi 2018.
“Kami meminta mereka tidak lagi menjadi P3K melainkan menjadi ASN yang mana terdapat kebijakan pemerintah Indonesia yaitu melakukan pengangkatan hanya satu kali. Kita sudah membuat peraturan daerah dan berharap untuk disetujui oleh KemenpanRB dan Kemendagri sehingga 385 orang tersebut bisa diangkat menjadi ASN,” ujarnya.
Ia menjelaskan tim 512 merupakan sisa dari pengangkatan sebelumnya sebanyak 700an orang dari 1200an orang formasi CPNS 2018 di tahun 2019. Kita berharap semuanya menjadi ASN bukan lagi PPPK. “Kita sekarang ini mencoba mengangkat status mereka (385 orang) dari PPPK menjadi ASN,” jelasnya.
Saleh menyebutkan bahwa sebelumnya ada pembicaraan di Jakarta ektika memfasilitasi Raperdasi dan Raperdasus, KemenpanRB meminta DPR Papua Barat untuk melakukan audiensi. Pada audiensi tersebut, KemenpanRB meminta untuk menyertakan data. “Kita akan melakukan pengawalan data tersebut. Setelah ini kita mengecek sejauh mana langkah yang telah diambil BKD Papua Barat,” sebutnya.
“Setiap Minggu kita akan melakukan pengecekan di BKD Papua Barat untuk melihat progresnya sudah sampai mana,” imbuhnya. Menurutnya, jika pemerintah berpegang pada aturan ASN yakni usia minimal 35 tahun, maka seharusnya melihat bahwa mereka (385 orang) merupakan korban kebijakan pemerintah dari tahun 2012. Ketika itu, DPR Papua Barat sudah memperjuangkan nasib honorer Papua Barat sejak tahun 2012 hingga terealisasi di tahun 2019.
“Waktu bergulir, usia mereka juga bertambah. Kalau dihitung pada usia 35 tahun itu pada tahun 2012 bukan saat ini. Harus terhitung mulai tanggal (TMT) tahun 2012,” ucap Saleh Siknun. “Mereka memperjuangkan hak mereka untuk menjadi ASN adalah hal yang wajar sebab mereka merupakan korban kebijakan saat itu,” katanya menambahkan. Ia berharap setelah penyerahan dokumen tersebut, pemerintah Papua Barat menyerahkannya kepada kepala BKN regional XIV Manokwari. Komsi I DPR Papua Barat bersama-sama pemerintah Papua Barat menindaklanjuti hal tersebut dengan melakukan pertemuan dengan KemenpanRB. (bw)