Rembug Stunting, Pemkot Serius Lakukan Penanganan
SORONG-Sebanyak 5.036 atau sebesar 19,9% anak di Kota Sorong alami kasus stunting. Angka prevalensi stunting Papua Barat berada diatas angka nasional yakni sebesar 26,2% atau jumlah Balita Stunting di Papua Barat mencapai 26.819 anak yang tersebar pada masing-masing kabupaten dan kota.
Untuk diketahui bahwa Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis. Sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Mengingat Stunting adalah salah satu masalah kesehatan yang cukup serius dan rentan terjadi. Pemerintah juga memiliki peran penting untuk mengambil tindakan langkah-langkah preventif untuk menghindarinya, salah satunya dengan melaksanakan Rembuk Stunting yang digelar Dinas Kesehatan Kota Sorong.
Kegiatan tersebut dibuka Pj.Wali Kota Sorong George Yarangga,A.Pi.MM yang diwakili Asisten III Kota Sorong, Hanok Talla, S.Sos beberapa waktu lalu.
Hanok mengatakan bahwa masalah stunting di Kota Sorong masih perlu mendapatkan perhatian, hal ini diperburuk oleh situasi pandemi yang menyebabkan masyarakat ragu mendatangi posyandu untuk memantau status gizi dan perkembangan anak.
“Jika melihat kondisi ini di lapangan, yang patut menjadi perhatian utama kita yaitu, berdasarkan data SSGI tahun 2021 prevalen stunting Kota Sorong sebesar 19,9% atau berdasarkan populasi ada sekitar 5.036 kasus balita stunting. Sehingga diperlukan upaya untuk menurunkan angka tersebut,” Kata Asisten III Kota Sorong.
Ia mengimbau masing-masing distrik memfasilitasi, serta mengkoordinir kelurahan dan pastikan kegiatan untuk menurunkan dan pencegahan Stunting di tingkat kelurahan melalui 5 paket pelayanan pokok.
“Seperti layanan kesehatan ibu dan anak, konseling gizi terpadu, perlindungan sosial, sanitiasi dan air bersih serta layanan. Dengan adanya kegiatan Rembuk Stunting ini, semua stakeholder mengambil perannya, sehingga masalah Stunting di Kota Sorong dapat teratasi,” tegasnya.
Dikatakan Hanok, bahwa hal tersebut mempunyai hubungan erat dengan pencapaian target pemerintah di tahun 2024, dimana prevalensi stunting ditargetkan 14%, sehingga perlu ada percepatan langkah untuk menurunkanya, “Dalam hal ini Perlu ada percepatan langkah untuk menurunkannya. Hal ini direalisasikan melalui Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting l, yang kemudian diharapkan target penurunan rata-rata 2,7% per tahun dapat tercapai,” jelasnya.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh dua narasumber Andi Jawahir selaku tenaga Ahli LGCB-ASR Ditjen Bina Bahda Kemendagri, dan Andry Parinussa, SKM,M.Kes.
Kemudian Andi Jawahir menyampaikan bahwa, Rembuk stunting sebagai sebuah komitmen bersama semua pihak dalam melakukan penanganan percepatan pencegahan dan penurunan angka stunting. “Disisi strategi pencegahan apakah stunting setingkat nasional telah dibagi peran-peran pusat?, seperti apa peran provinsi, dan peran pemerintah kota, apakah hal tersebut sudah sampai ke tingkat kelurahan juga,” katanya.
Sementara itu, Andry Parinussa, SKM,M.Kes mengatakan stunting dilihat dari dua segi, yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Tujuan dari rembuk stunting ini adalah, dokumen hasil analisis situasi dan rancangan rencana kegiatan intervensi penurunan stunting terintegrasi, dalam pengertian “Tim percepatan penurunan stunting kota sorong, tidak hanya pada instansi terkait, yakni dinas pengendalian penduduk dan keluarga tetapi seluruh organisasi perangkat daerah yang terlibat dalam tim,” katanya.
Lanjutnya, penyebab stunting bukan hanya satu faktor saja, melainkan dari banyak faktor, sehingga membutuhkan kolaborasi dari semua dinas, agar program atau aksi penanganan yang dilakukan berjalan dengan baik dan efektif.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. “Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting adalah praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah melahirkan,” pungkasnya.(zia)