AIMAS – Masyarakat Distrik Mega dan Distrik Selemkay mendesak Mendagri agar segera menerbitkan kode wilayah dua distrik tersebut. Sebab selama 12 tahun lamanya permasalahan sengketa tapal batas antara Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw membuat masyarakat di kedua distrik tersebut bimbang, harus memihak kepada siapa.
Sebelumnya Mendagri telah memfasilitasi Pemkab Sorong dan Pemkab Tambrauw untuk menyelesaikan permasalahan tapal batas ini, namun belum menemukan titik terang.
“Kurang lebih sudah 10 kali kami memfasilitasi pertemuan antara kedua belah pihak. Namun belum juga membuahkan hasil. Sekarang adalah pertemuan ke-11, dimana pertemuan ini adalah kesepakatan antara kedua belah pihak untuk melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat Distrik Mega dan Distrik Selemkay terkait penyelesaian tapal batas dua kabupaten tersebut,” terang Direktur TOPONIMI dan batas wilayah Ditjen Bina Administrasi kewilayahan, Sugiarto, via sambungan telepon seluler.
Dijelaskan Sugiarto, penerbitan kode wilayah sesuai UU 23 tahun 2014, penetapan batas wilayah secara definitif diputuskan oleh Mendagri. Sebab dalam UU Pemkab Sorong maupun Tambrauw belum ada batas pastinya.
“Saya berharap pertemuan kesebelas adalah pertemuan terakhir, dan final. Sehingga kepastian wilayah kedua daerah ini bisa jelas,” harapnya.
Ia menegaskan, keputusan wilayah administratif yang nantinya dikeluarkan Mendagri sama sekali tidak akan menghilangkan hak ulayat. Ini hanya penentuan wilayah administratif saja.
Dalam sosialisasi tersebut, lanjutnya, sejumlah keinginan dan aspirasi masyarakat harus dituangkan dalam berita acara. Dalam berita acara tersebut juga ditandatangani oleh tokoh-tokoh masyarakat, para kepala kampung, kepala distrik, anggota DPRD terkait serta Pj Bupati Sorong dan Pj Bupati Tambrauw.
“Kemudian hasilnya dilaporkan kepada kami di Kementerian Dalam Negeri, dalam hal ini Ditjen Bina Administrasi kewilayahan. Selanjutkan akan disidangkan dalam sidang Paripurna untuk dibuatkan Peraturan dalam negeri (Permendagri),” jelasnya.
Melalui sosialisasi tersebut, nantinya diharapkan seluruh pemangku kepentingan dan para tokoh bisa menghasilkan kesepakatan, sehingga kesepakatan tersebut dapat segera disampaikan kepada Mendagri untuk ditetapkan, dan kepastian wilayah untuk kedua kabupaten ini menjadi jelas.
Sementara itu, pada pertemuan kesebelas dengan agenda sosialisasi tapal batas, sesuai yang telah disepakati, ternyata tidak satupun perwakilan Pemkab Tambrauw yang hadir. Kendati demikian, pertemuan dengan agenda sosialisasi tapal batas tetap berlanjut.
Kegiatan sosialisasi tersebut turut dihadiri Pj Gubernur Papua Barat yang diwakili oleh Asisten bidang pemerintahan, kesejahteraan rakyat dan Otonomi khusus (Otsus) Setda Papua Barat Robert R.A. Rumbekwan. SH, MH Pj Bupati Sorong bersama rombongan, FORKOPIMDA, Dewan Adat, tokoh perempuan Moi, tokoh pemuda, para kepala distrik serta undangan lainnya.
Asisten I Setda Provinsi Papua Barat Bidang Pemerintahan, Kesejahteraan Kakyat dan Otonomi Khusus (Otsus) Robert RA Rumbekwan, SH.,MH, menegaskan masalah tapal batas antara Pemkab Sorong dan Pemkab Tambrauw harus segera diselesaikan.
Sebab semua masyarakat menaruh harapan, bahwa masalah ini ada di tangan pemerintah.
“Kita ASN (Aparatur Sipil Negara) bukan bos. Dimana ranah ini kita (ASN) sebagai budak atau pelayannya rakyat,” kata Robert.
Untuk itu, dia meminta ASN sebagai abdi negara dan masyarakat jangan memutar balikkan fakta. Ia menegaskan tugas ASN adalah sebagai pelayan masyarakat, sehingga masyarakat itu sendiri adalah rajanya.
“Kita tidak menciptakan tembok yang lebih besar. Peran kita sebagai pemerintah mencatat apa keinginan rakyat, apakah masyarakat ingin bergabung dengan Kabupaten Sorong ataupun Tambrauw. Karena ada konsekuensi-konsekuensi yang nanti diberikan dalam melayani masyarakat,” kata Robert.
Lebih dikhawatirkan lagi jika masyarakat itu menginginkan bergabung dengan Kabupaten Sorong, sementara daerah ini tidak mengakomodir data kependudukannya. Hal tersebut, kata Robert, nantinya malah menjadi kacau.
Sementara itu, Pj Bupati Sorong Yan Piet Mosso, S.Sos, MM, mengatakan sebagai kata kunci untuk menyelesaikan tapal batas antara kedua daerah tersebut, memang ada produk undang-undangnya. Ada Peraturan Pemerintah maupun Permendagrinya, dan ada pula wilayah adatnya. Itu semua adalah aturan yang mengatur lalu lintas penyelenggaraan pemerintahan.
Tapi di sisi yang lain, kata Mosso, dirinya anak asli Papua (anak adat), sehingga segala sesuatu terkait masalah wilayah harus dicari solusi secara terbuka, tanpa ada kepentingan apapun.
Untuk itu, dilaksanakanlah pertemuan kesebelas tersebut yang merupakan forum strategi, dimana Kabupaten Sorong dan Kabupaten Tambrauw duduk bersama-sama. “Seperti dijelaskan Direktur Otonomi Daerah Kemendagri, pertemuan hari ini merupakan pertemuan terakhir. Kehadiran kami di sini tidak ada kepentingan apa-apa. Baik itu Pj Gubernur Papua Barat, diwakili Asisten I Setda, Karo Pemerintahan, Pj Bupati Sorong serta Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, dan semuanya merupakan tanggung jawab Negara,” tandas Yan Piet Mosso. (ayu)