John Asmuruf : Ibu Kota dan Daerah Bawahan PBD Jangan Dirubah
SORONG – Puluhan tokoh pejuang pemekaran provinsi Papua Barat Daya (PBD) bergerak ke Jakarta untuk menyaksikan secara langsung paripurna DPR RI terkait penetapan Rancangan Undang-undang (RUU) Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya menjadi Undang-undang yang diagendakan akan berlangsung Selasa (6/9) besok di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Rombongan tokoh pejuang pemekaran PBD yang berangkat ke Jakarta diperkirakan lebih dari lima puluh orang. Jumlah tersebut terdiri dari Tim Percepatan Pemekaran DOB PBD yang dikomandoi mantan Walikota Sorong, Drs. Ec. Lambert Jitmau,MM, dan rombongan lain yang dimotori oleh Ketua Presidium Pemekaran Calon DOB PBD, Drs. Yosafat Kambu,MSi,MTh.
Yosafat Kambu didampingi istri, Ratu Meriam Isir, saat bincang-bincang dengan Radar Sorong, Minggu (4/9) mengungkapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan karena perjuangan yang cukup melelahkan menguras pengorbanan harta benda selama belasan tahun, akhirnya di tahun ini atau hanya hitungan beberapa jam kedepan, perjuangan itu bisa terjawab. Penghargaan yang sama juga disampaikan kepada masyarakat nusantara yang telah sama sama berjuang mendukung proses perjuangan pembentukan calon DOB PBD. “Harapannya bahwa hadirnya Provinsi PBD menjadi berkat bagi masyarakat dan generasi anak cucu kita kedepan,” ucapnya.
Disinggung mengenai usulan pengabungan Kabupaten Kaimana dan Fakfak ke Provinsi Papua Barat Daya dan juga wacana perubahan nama PBD menjadi Malamoi, Yosafat Kambu mengatakan bahwa sejak awal dua kabupaten tersebut menolak bergabung dengan PBD karena wilayah adat istiadat berbeda. “Dengan demikian, kalau ada wacana penggabungan dua wilayah tersebut aneh karena tidak memiliki landasan hukum,” tandasnya.
Sementara itu, di tengah rencana pemekaran Provinsi Papua Barat Daya yang hanya tinggal menunggu hari, berbagai isu yakni perubahan ibu jota hingga meminta penambahan daerah bawahan mencuak ke publik. Hal ini sangat disayangkan oleh Intelektual Ayamaru, Aitinyo dan Aifat (A3) Kabupaten Maybrat John P. Asmuruf, SP.,M.Si.
Menurut John Asmurufm awalnya sejumlah masyarakat memandang sebelah mata percepatan pemekaran Provinsi Papua Barat Daya. Kini, ketika dokumen telah lengkap dan menjadi jelas serta telah dibahas dalam rapat DPR RI dan akan disahkan menjadi UU dalam waktu dekat ini, banyak surat pernyataan dan dokumen yang meminta perubahan ibu kota, penambahan daerah bawahan dan sebagainya. “Sebagai anak atau keponakan dari tokoh yang memperjuangkan Provinsi Papua Barat Daya ini yakni Decky Asmuruf, saya mengharapkan dokumen yang sudah jadi, didorong untuk segera disahkan, jangan di rubah lagi,” kata Jhon Asmuruf kepada Radar Sorong, Sabtu (3/9).
Dikatakannya, dokumen percepatan pemekaran Provinsi Papua Barat Daya sudah lengkap dan jelas, serta sudah waktunya dibahas dan disahkan menjadi UU, maka pemerintah Provinsi Papua Barat dan pemerintah wilayah bawahan pada 6 kabupaten/kota, jangan merubah dokumen yang sudah berada di pemerintah pusat sejak zaman Presiden SBY hingga Presiden Jokowi. “Jadi untuk masyarakat, mari kita tenang dan kita dukung pengesahan UU Provinsi Papua Barat Daya, karena dokumen yang dari Provinsi Papua Barat Daya beribukota di Kota Sorong, tidak bisa dirubah,” tegasnya.
Kedepannya lanjut Jhon Asmuruf, akan menjadi urusan pemerintah pusat karena kewenangan sudah diserahkan kepada pemerintah pusat yang akan mengatur baik pengesahan UU maupun analisis siapa yang layak jadi pejabat Gubernur Papua Barat Daya. “Ini tidak ada yang memiliki motivasi untuk mencari jabatan atau kedudukan, ini aspirasi murni dari masyarakat agar bagaimana Provinsi Papua Barat Daya hadir dan beribukota di Kota Sorong karena memiliki sisi letak yang strategis dan mudah dijangkau oleh 6 daerah bawahan,” terangnya.
Usulkan Pembentukan Tim Khusus Kelola Otsus
Setuju dengan kehadiran Papua Barat Daya (PBD) yang sudah di depan mata, Sekretaris OKK DPD KNPI Kota Sorong Jhon Malibela meminta pengelolaan dana Otonomi Khusus (Otsus) ke depan lebih hati-hati. Jhon juga meminta agar pemerintah membentuk tim khusus untuk mengawal keberlangsungan Otsus berikut aliran dananya. “Pemerintah harus memperhatikan beberapa faktor penting. Kami mendukung terbentuknya PBD, namun hal yang terpenting ialah bagaimana hak orang Papua dapat diakomodir,” kata Jhon.
Menurut Jhon, selama satu dekade Otsus jilid 1 berjalan, banyak alokasi dana Otsus yang tak sesuai peruntukannya. Bahkan masih banyak masyarakat asli papua yang tak merasakan kehadiran pemerintah lewat Otsus. “Bukan rahasia lagi bahwa sampai saat ini orang Papua belum tersentuh pembangunan secara merata, apalagi bagi masyarakat akar rumput,” bebernya.
Dikatakan Jhon, pemerintah juga harus segera memberlakukan pemutakhiran data ulang. Harus dilakukan pendataan yang tepat terkait data berapa banyak orang Papua. Sehingga jika digulirkan lagi dana Otsus yang dimaksudkan untuk orang Papua, maka pengelolannya dapat dilakukan dengan lebih baik. “Apalagi, Otsus hanya diberikan pada tiga bidang yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Kami berharap ke depan pengelolaan dana otsus dapat dilakukan secara transparan dengan melibatkan masyarakat adat. Karena provinsi ini hadir di atas wilayah masyarakat adat,” tegasnya. Yang jelas, sambung Jhon, dengan terbentuknya provinsi baru ini maka Akselerasi pembangunan di tanah Papua harus dilakukan secara merata. Pemerintahan juga harus berjalan lebih baik dan tidak terjadi politik identitas. (ris/juh/ayu)