JAKARTA – Anggota DPD RI dari Dapil Papua Barat, Mamberob Yosephus Rumakiek,S.Si mengatakan bahwa tahapan pemekaran daerah otonomi baru di Papua dan Papua Barat berjalan mengikuti amanat Undang-undang Otonomi Khusus Papua yang telah direvisi, UU Nomor 2 Tahun 2021, sehingga Provinsi Papua bertambah 3 provinsi dan Papua Barat akan bertambah 1 provinsi yakni Papua Barat Daya.
“Aspirasi tentang Papua Barat Daya bukan aspirasi yang baru, sudah berlangsung lama, yang berjuang sebagian sudah tidak ada lagi (meninggal dunia), dan ruang ini baru terbuka ketika revisi Undang-undang Otsus ini muncul sehingga tahapan yang berjalan ini. Sebenarnya di DPR ini tinggal selangkah lagi karena sampai dengan pembahasan kemarin sudah pengambilan keputusan tingkat pertama dan tidak ada perdebatan atau tidak ada yang menolak dari setiap pandangan fraksi. Artinya tinggal selangkah lagi ketuk palu untuk Provinsi Papua Barat Daya,” kata Mamberob Rumakiek kepada Radar Sorong di Jakarta Pusat, Rabu (14/9).
Dikatakannya, aspirasi masyarakat dari wilayah Sorong Raya yang meminta pemekaran Provinsi Papua Barat Daya, direspon pemerintah melalui revisi Undang-undang Otonomi Khusus, dan langkah cepat pemerintah bersama DPR, surpres ke DPR dan ditindaklanjuti untuk pembahasan di Komisi ll DPR RI sudah sampai pada tahap titik akhir dan sedikit lagi atau selangkah lagi sudah masuk pada penetapan Provinsi Papua Barat Daya.
“Kita membuat langkah cepat tetapi juga Komisi ll yang menindaklanjuti Surat Presiden kemudian melakukan pembahasan, akhirnya Provinsi Papua Barat Daya sebentar lagi diketuk palu. Dan ini juga bagian dari aspirasi masyarakat kita di wilayah Sorong Raya, sehingga kita minta ke masyarakat agar bersiap diri, berbenah diri untuk kehadiran Provinsi Papua Barat Daya. Saya kira hal-hal lain mengenai tapal batas atau batas wilayah, kita minta juga kepada pemerintah, Komisi ll untuk segera dituntaskan sebelum provinsi ini jadi, atau paling tidak sudah mendapat pembahasan untuk penyelesaian masalah tapal batas antar Kabupaten maupun antar Provinsi,” tuturnya.
Dikatakannya, perlu keseriusan pemerintah secara arif dan bijaksana agar masalah tapal batas ini tidak berlarut-larut. “Pengalaman kita dengan daerah-daerah perbatasan ini, baik Kabupaten Sorong dengan Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan sampai kemarin masih terjadi tarik menarik batas wilayah, tapi menurut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sudah diselesaikan. Artinya, pengalaman ini supaya jangan jadi permasalahan lagi ketika muncul Provinsi Papua Barat Daya. Dengan hadirnya Provinsi Papua Barat Daya, hal-hal klasik seperti tapal batas diharapkan tidak lagi menjadi masalah yang menghambat proses pembangunan atau jalannya Provinsi Papua Barat Daya,” tandasnya.
Terkait adanya usulan untuk memasukkan Kabupaten Fakfak dengan Kabupaten dan Kaimana ke dalam Provinsi Papua Barat Daya, senator asal Papua Barat ini mengatakan memang ada pro dan kontra. “Kami melihat Gubernur Waterpauw menyampaikan untuk mengakomodir Fakfak dengan Kaimana, tetapi ada penolakan dari masyarakat adat Fakfak dan Kaimana untuk tidak bergabung ke Provinsi Papua Barat Daya. Nah, saya kira perlu memperhatikan bahwa secara wilayah adat bahwa Fakfak dan Kaimana masuk wilayah Bomberay, tetapi usulan awal Papua Barat Daya hanya berada di Sorong Raya, jadi 5 kabupaten dan 1 kota,” tegasnya.
Menurutnya, cukup beralasan ketika masyarakat adat di Fakfak dan Kaimana memilih untuk tidak ikut bergabung dengan Papua Barat Daya, dan sikap itu kita hargai, kita menghormati hak masyarakat adat, aspirasi masyarakat adat di sana. “Oleh karena itu Kabupaten Fakfak dan Kaimana tidak termasuk dalam Provinsi Papua Barat Daya dan itu perlu kita hormati karena secara geografis wilayah adat memang mereka ada di wilayah Bomberay,” pungkasnya. (zia)