JAKARTA – Ombudsman RI menilai menaikkan harga BBM subsidi tidak tepat di masa sekarang ini. Oleh karena itu, lembaga negara ini menyampaikan beberapa saran demi efisiensi dan efektifitas menyangkut perkara BBM subsidi jenis Pertalite dan Solar. Sebelumnya, Ombudsman RI melakukan Rapid Assessment/Kajian Cepat mengenai pembatasan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar melalui aplikasi MyPertamina. Kajian ini secara serempak di 31 provinsi melalui 31 Kantor Perwakilan Ombudsman se-Indonesia kecuali Provinsi NTT, Papua Barat dan Kepulauan Riau.
Anggota Ombudsman Hery Susanto menyampaikan dari hasil temuan kajian tersebut pihaknya memberikan beberapa saran kepada para stakeholder terkait kondisi semakin menipisnya kuota BBM yang juga dikhawatirkan tidak cukup hingga akhir tahun. Hal pertama yang disampaikannya ialah mengenai opsi menaikkan harga BBM subsidi yang dinilai bukanlah pilihan yang tepat dan bijak saat ini. “Alasannya, kenaikan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumennya di atas 70 persen, sudah pasti akan mendorong terjadinya inflasi dan menyulut keresahan ekonomi masyarakat. Jika Pertalite naik jadi Rp 10.000 per liter, maka kontribusinya terhadap inflasi diprediksi mencapai 0,97 persen,” ujar Hery seperti dilansir detikcom.
Oleh karena itu, lebih lanjut ia menyampaikan, pemerintah diminta agar tidak menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar yang paling banyak dibutuhkan masyarakat terutama kalangan menengah ke bawah. “Dalam konteks itu, justru pemerintah seharusnya menjaga optimisme rakyat agar bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi yang menjadi tanggung jawabnya,” tambahnya. Dalam menyeimbangkannya dengan beban APBN, Hery mengatakan, pemerintah mesti cermat dalam menggali seluruh sumber pendapatan negara dan mampu menutup kemungkinan terjadinya kebocoran anggaran terhadap APBN pada setiap belanja dan transfer ke daerah.
Tidak hanya itu, ia juga menyarankan Pemerintah hendaknya menetapkan pembatasan kendaraan roda dua (di bawah 250 cc) dan angkutan umum sebagai moda transportasi yang paling banyak digunakan masyarakat yang memakai BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar daripada langsung menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut. “Selain kedua moda transportasi itu, konsumen diwajibkan tetap menggunakan Pertamax dan jenis di atasnya. Distribusi BBM bersubsidi tersebut juga perlu pengaturan batas pengisian BBM per harinya,” jelas Hery.
Ombudsman juga menyarankan agar kriteria sepeda motor dan kendaraan angkutan umum yang menggunakan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar agar dimasukan ke dalam revisi Perpres No 191/ 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Dalam mendukung implementasinya secara tepat, Hery menyampaikan, pemerintah melalui PT Pertamina Patra Niaga mesti melakukan edukasi dan konsultasi bagi masyarakat yang diprioritaskan mendapatkan BBM tersebut, mengingat masih sangat banyak masyarakat yang belum mengetahui atau mengerti pendaftaran kuota BBM subsidi melalui aplikasi MyPertamina.
“Selain itu perlu dilakukan aktivitas pengisian BBM secara mobile ke lokasi-lokasi basis perekonomian masyarakat. Misal kelompok petani, nelayan, pedagang pasar, dan lain-lainnya. Sebab kelompok tersebut masih rentan perekonomiannya terutama pasca pandemi dan mereka merupakan tulang punggung perekonomian nasional yang sangat membutuhkan BBM bersubsidi,” tambahnya.
Tidak hanya itu, agar benar-benar bisa terwujud Hery menambahkan, harus dilakukan optimalisasi pengawasan dan penegakkan sanksi tegas terhadap bentuk-bentuk penyimpangan praktek penyalahgunaan BBM bersubsidi agar penyaluran BBM bersubsidi lebih tepat sasaran.
Sejalan dengan saran-saran yang telah disampaikannya itu, Hery mengatakan pihaknya meminta stakeholder terkait, dalam hal ini Pemerintah, BPH Migas, PT Pertamina Persero, dan jajarannya untuk memastikan BBM subsidi terdistribusi tepat sasaran dan mengelola anggaran di sektor tersebut dengan efektif dan efisien. (hns/detikcom)