Kelly Kambu : Program Jumat Bersih Harus Digalakkan
SORONG – Banjir yang rutin terjadi di Kota Sorong, seperti yang terjadi Sabtu (30/7) malam, selain disebabkan karena factor alam, namun factor manusia yang dinilai merupakan penyebab yang dominan. Perilaku kurang peduli lingkungan, membuang sampah sembarangan hingga menyumbat drainase yang pada gilirannya drainase tidak berfungsi dengan baik, sehingga terjadilah banjir. “Factor alam itu curah hujan yang tinggi, pada Sabtu (30/7) malam dengan intensitas 2 sampai 3 jam, tapi karena curah hujannya cukup tinggi, 80,5 mm sesuai data yang kami dapatkan,” kata Kepala Dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Sorong, Julian Kelly Kambu,ST,MSi kepada Radar Sorong.
Dikatakan, banjir di Kota Sorong bukan peristiwa baru, sehingga dengan kejadian banjir menjadi pengingat bagi kita semua agar banjir tidak menjadi ‘budaya’, karena itu kita harus berupaya meminimalisasinya. “Kita harus berupaya untuk menurunkan titik-titik banjirnya dan mengurangi ketinggian banjirnya. Dengan cara seperti apa, ya kita harus lakukan revitalisasi seluruh saluran drainase di Kota Sorong ini. Harus ada rapat koordinasi antara Balai Peningkatan Jalan Nasional melalui Satker, dan OPD teknis dalam hal ini Dinas PU dan Cipta Karya, duduk bersama Bappeda, untuk merancang dan mendesain ulang drainase di Kota Sorong. Masterplan drainase harus dibuat, sampai hari ini kan kami dari Lingkungan belum tahu ada tidaknya masterplan drainase, kami juga sudah menyampaikan berkali-kali tapi setahu kami sampai saat ini belum ada masterplan drainase,” tandas Kelly.
Kelly menegaskan, bukan berarti dengan adanya masterplan drainase maka banjir itu akan hilang, bukan berarti dengan adanya Perda RTRW maka banjir akan hilang, tidak!. Tapi minimal itu menjadi masterplan perencanaan yang menjadi indicator bagi kita di Lingkungan untuk melihat, mengukur dan meminimalisir, langkah-langkah pencegahaan banjirnya seperti apa, langkah-langkah pengendaliannya seperti apa. “Kami dari Lingkungan Hidup untuk lakukan pencegahan dan pengendalian, dua dokumen ini harus ada, dokumen RTRW dan dokumen Masterplan Drainase. Kami berharap dukungan dari mitra kami di DPRD untuk bisa memperhatikan kondisi riil yang sedang terjadi, sehingga ikut memperjuangkan bagaimana masterplan drainase di Kota Sorong ini. Mungkin dengan adanya banjir ini, bisa menjadi pintu masuk untuk kita semua warga Kota Sorong sadar agar peduli lingkungan hidup,” tandasnya lagi.
Mengenai proses penetapan RTRW Kota Sorong, Kelly mengatakan saat ini belum selesai, masih dalam tahap Linsek (Lintas Sektoral) di Kementerian ATR. Setelah Linsek ini kemudian dikembalikan untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. “Kami di Dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Kota Sorong mengapa harus bicara RTRW, karena acuan pembangunan yang berwawasan lingkungan itu nomor satunya RTRW, jadi kebijakan dan program mengikuti acuan RTRW. Kita juga tidak bisa menggunakan RTRW yang lama, karena telah terjadi revisi. Nanti setelah Perda RTRW ditetapkan, kemudian dilanjutkan dengan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, baik itu OPD pemerintah, BUMN, BUMD, dan stakeholder terkait lainnya, untuk wajib hukumnya mengacu pada RTRW,” tuturnya.
Kelly mengatakan, saat ini memasuki bulan hujan, Juli, Agustus, September, Oktober itu puncaknya hujan, untuk itu diharapkan kepada seluruh warga Kota Sorong untuk sama-sama membersihkan saluran-saluran drainase, minimal di lingkungannya masing-masing. “Gerakan Jumat Bersih, pekerjaan Lurah, Distrik, itu semua harus fokus membersihkan saluran drainase di wilayah kerjanya. Kami berterimakasih kepada Pak Danrem, beliau mendukung bukan hanya Jumat bersih, tapi dalam seminggu dua kali, Rabu dan Jumat untuk kegiatan bersih lingkungan. Selain itu, tidak membuang sampah-sampah di saluran-saluran drainase. Warga Kota Sorong, mari bersama-sama bergotong royong membersihkan saluran drainase. Banjir ini kita tidak boleh saling menyalahkan, ada tugas-tugas yang dikerjakan oleh pemerintah, ada tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh masyarakat,” tegasnya. Selain curah hujan yang tinggi, factor alam lainnya yang menyebabkan banjir yakni pasang surutnya air laut. Pasang surutnya air laut, ada juga andil factor manusia yang memperparahnya karena pengrusakan hutan mangrove, penebangan pohon mangrove yang cukup tinggi, juga pengambilan batu karang yang cukup tinggi. “Dari tahun ke tahun kami sudah mengingatkan, tapi kembali lagi factor ekonomi sehingga dalam tanda petik, memaksa masyarakat melakukannya meskipun itu dilarang. Karena itu, kami berharap kepada OPD teknis yang melakukan program pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat, sehingga masyarakat bisa tercukupi kebutuhan ekonominya melakukan program-program tersebut, sehingga ke depannya masyarakat tidak menebang pohon mangrove atau mangi-mangi dan tidak mengambil batu karang di laut,” imbuhnya. (ian)