SORONG – Puluhan massa yang mengatasnamakan Koalisi Aliansi Masyarakat Suku Besar Imeko Sorong Raya dan BEM UM Sorong serta PMKRI Kabupaten dan Kota Sorong, Kamis (11/8) mendatangi Mapolres Sorong Kota menuntut proses hukum terhadap HS dan penyelidikan pendistribusian etanol milik HS dalam jumlah banyak. Pantauan Radar Sorong, dalam aksinya, massa juga mengusung ‘keranda mayat’ yang ditutup kain hitam.
Kepala Suku Besar Imeko Sorong Raya, Fritz Bidori mengatakan, kehadiran masyarakat Imeko di Polres Sorong Kota untuk menyampaikan beberapa pernyataan sikap dalam menuntaskan permasalahan minuman keras yang merenggut nyawa 6 orang anak Papua yang dilakukan HS, serta HS diminta agar segera angkat kaki dari tanah Papua. ”Ada laporan kepada kami bahwa HS sedang dalam proses, ini sudah 2 bulan 6 hari tidak ada informasi. Makanya kami datang menyampaikan keresahan kami. Bilamana HS tidak ditindak maka kami Imeko nyatakan kami tuntut lewat hukum positif dan hukum adat,” tegas Fritz Bodori kepada wartawan, kemarin.
Fritz Bodori mengatakan, selaku kepala suku dan tokoh adat, ia meminta agar pemerintah tidak semena-mena mengeluarkan surat izin peredaran miras. “Apakah di Papua tidak memiliki aset lain ntuk PAD selain penjualan miras. Aset tumpah ruah di tanah Papua ini menghasilkan PAD yang luar biasa, tapi kenapa masih juga ada penjualan minuman keras, ada apa,” tandasnya.
Sementara itu, Intelektual Imeko Ferry Oni menyampaikan dukungan terhadap tokoh Imeko dalam aksi unjuk rasa tersebut, juga memberikan apresiasi terhadap kinerja Polres Sorong Kota. Namun, ia justru lebih melirik terhadap sisi kemanusiaan. Dikatakannya, ada beberapa poin yang menjadi perhatian dalam bisnis HS. Pertama, perdagangan miras oplosan, dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2013 melarang peredaran minuman oplosan. Sementara, etanol yang disita dari rumah HS dalam jumlah banyak tersebut siapa yang mendistribusikan, sebab etanol ketika beredar harusnya berdasarkan resep dokter. ”Kami tanyakan siapa yang distribusikan etanol itu. Kedua, perdagangan perempuan ini seperti lapangan kerja dengan menjual perempuan hingga jatuhnya korban jiwa, bahkan ada yang dalam keadaan hamil bisa keguguran. Yang kami pertanyakan apakah bisnis tersebut diberikan izin atau tidak,” tukasnya.
Dalam aksinya ini, massa dari Koalisi Aliansi Masyarakat Suku Besar Imeko Sorong Raya dan BEM UM Sorong serta PMKRI Kabupaten dan Kota Sorong menyampaikan 7 tuntutan. Pertama, penegak hukum kepolisian segera mengungkapkan semua barang bukti obat-obatan yang disita dari dalam rumah HS yang belum diketahui selain Etanol. Kedua, segera mengusut tuntas siapa yang mendistribusikan entanol dalam jumlah banyak tanpa resep obat kepada HS untuk membuat minuman oplosan yang menelan korban anak asli Papua. Ketiga, Kapolres Kota Sorong segera berkomunikasi dengan Polda Papua dan memastikan SPDP HS bisa dikirim ke keluarga melalui Kuasa Hukum sebagai bukti penegakan hukum terhadap 6 korban dari suku Imeko, Bintuni, Biak, Serui dan semua korban untuk dapat diketahui.
Keempat, HS segera membayar adat nyawa korban sebesar Rp 5 milliar sesuai hasil pertemuan tanggal 14 Juli 2022 di Mapolres Sorong Kota. Kelima, HS berserta marga S segera angkat kaki keluar dari tanah Papua atas kejahatan terhadap manusia Papua dan hutan Papua. Keenam, jika tuntutan tidak dapat diselesaikan dengan hukum positif, maka kami mengambil tindakan melalui hukum adat, nyawa ganti nyawa sesuai jatuh 6 korban. Ketujuh, kami keluarga besar Imeko memberikan waktu 11 Agustus hingga 24 Agustus 2022.
Kapolres Sorong Kota, AKBP Johannes Kindangen yang menemui massa aksi menegaskan bahwa pihaknya telah bekerjasama dengan Polres Jayapura dalam pengungkapan kasus tersebut. Bilamana masyarakat memiliki saksi yang bisa memberikan keterangan terhadap kasus tersebut, segera bawa ke Polres Sorong Kota. (juh)