SORONG – Kuasa Hukum Rico Sia, Benryi Napitupulu sungguh meradang. Pasalnya perkara perdata antara kliennya (Rico Sia) vs Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Inchart) sampai diputusan Mahkamah Agung (dimenangkan oleh Rico Sia) ternyata dimentahkan kembali oleh Pengadilan Negeri (PN) Manokwari.
Hal ini menyusul, PN Manokwari yang hanya menerima delegasi dari Pengadilan Negeri Sorong untuk melaksanakan eksekusi menurut Benryi Napitupulu, malah mengadili kembali dengan menetapkan eksekusi yang isinya melampaui wewenang yang didelegasikan dari PN Sorong. Karena Itu Penetapan Eksekusi yang dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri (PN) Manokwari di Kantor Gubernur pada 22 Juni lalu dinilai oleh Kuasa Hukum Rico Sia, Benryi Napitupulu, SH cacat hukum.
Dalam releasenya kepada Radar Sorong, Benryi menuturkan, tindakan melampaui wewenang terlihat dari isi penetapan eksekusi yang dkeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Manokwari, Nomor : 10/Pdt.Eks/2022/PN.Mnk Jo Nomor : 4/Pdt.Eks/2020/PN.Son Jo Nomor : 69/Pdt.G/2019/PN. Son Jo Nomor : 53/Pdt.G/2020/PN. Son Jo Nomor : 4/Pdt/2021/PT.JAP Jo Nomor : 2497K/Pdt/2021, tanggal 13 Juni 2022 telah merubah isi delegasi yang dimandatkan oleh PN Sorong kepada PN Manokwari, khususnya pada point kedua, Yakni “Memerintahkan Panitera Pengadilan Negeri Manokwari atau jika berhalangan diganti oleh wakilnya yang sah dengan disertai 2 (dua) orang saksi yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat-syarat yang termuat dalam Pasal 209 RBG untuk kepada Termohon Eksekusi yaitu Gubernur Papua Barat, beralamat di Jalan Brigjen Marinir (Purnawirawan) Abraham O. Atururi dengan cara menganggarkan/memasukan pada Penganggaran DIPA pada instansi Pemerintah, APBN atau APBD tahun anggaran berjalan (2022) atau tahun anggaran berikutnya (2023) yang tidak sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor : 69/Pdt.G/2019/PN. Son, tertanggal 30 Oktober 2019, paling lambat tahun anggaran 2021.
Atas penetapan eksekusi yang dikeluarkan tersebut, Benryi Napitupulu selaku Pemohon Eksekusi pun mengajukan keberatan terhadap bunyi amar penetapan dimaksud yang menyebutkan yaitu “ …… dengan cara menganggarkan/memasukan pada Penganggaran DIPA pada instansi Pemerintah, APBN atau APBD tahun anggaran berjalan atau tahun anggaran berikutnya …..”.
Karena keberatan dengan isi penetapan eksekusi tersebut, Benryi pun menyatakan tidak bersedia untuk menandatangani Berita Acara Eksekusi Nomor : 10.BA.Pdt.Eks/2022/PN.Mnk, hari Rabu, tanggal 22 Juni 2022 dengan cara membubuhkan catatan dengan tulisan tangan “ NB : Penetapan tidak sesuai dengan delegasi untuk memindahbukukan dari RKU BPD ke Rekening Rico. (Tanda tangan Benryi Napitupulu, SH)” , dikarenakan bertentangan dan tidak sesuai dengan isi Amar Penetapan Eksekusi Nomor : 4/Pdt.Eks/2020/PN. Son, tanggal 8 April 2022 yang telah dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Sorong yang dimintakan Delegasi kepada Pengadilan Negeri Manokwari dengan Amar Penetapan sebagai berikut : “……. untuk melaksanakan Eksekusi dengan mentransfer/pindahbuku dari Rekening Kas Umum Daerah BPD Papua Nomor : XXXXXX berjumlah 150.000.000.000,- X bunga 6% X 3 Tahun yang ditotalkan sebesar 177.000.000.000,- (Seratus tujuh puluh milyar rupiah) selanjutnya dikirim ke Bank BRI Kantor Cabang Tamalanrea Rekening Nomor : XXXXXX atas nama Rico………” .
“Dari Penetapan Delegasi Eksekusi yang telah dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Manokwari tersebut, telah secara nyata dan dengan terang-terangan Ketua Pengadilan Negeri Manokwari tidak profesional dalam melaksanakan eksekusi, karena telah membuat dan atau mencantumkan Amar Penetapan sendiri yang sebelumnya tidak pernah termuat dalam Pendelegasian yang disampaikan oleh Ketua Pengadilan Negeri Sorong,” ujar Benryi Napitupulu.
Ditekankan oleh Benryi Napitupulu bahwa dalam pertimbangan putusan MA No 2497 K/PDT/2021 , bahwa oleh karena tidak ada perintah penundaan oleh pejabat yang berwenang, maka Pelawan (Pemprov Papua Barat) berkewajiban melaksanakan isi putusan Akta Perdamaian No 69/Pdt.G/2019/PN Son tanggal 30 Oktober 2019.
Nah, dari penetapan eksekusi Ketua PN Manokwari itu artinya menunda pembayaran, padahal dalam akta perdamaian itu dilaksanakan paling lama tahun 2021.“Artinya paling lambat disitu, dibayar tahun 2021. Itu isi perjanjiannya. Oleh karenanya setelah mendapat putusan Inchart, perlawanan, pembayaran yang termuat dalam acta van Dading tersebut karena sudah ditolak oleh MA, maka PN Sorong , langsung melaksanakan eksekusi, yang kemudian eksekusi didelegasikan kepada PN Manokwari,”jelas Benryi.
Namun kemudian apa yang sudah diputuskan oleh MA atas perlawanan yang dibuat oleh Pemprov kemudian dirubah kembali, diadili kembali oleh PN Manokwari. “Kan aneh, itu sama saja PN Manokwari membatalkan putusan MA,”ujar Benryi kemudian.
Menanyakan tindakan selanjutnya atas penetapan eksekusi yang cacat hukum tersebut, Benryi mengatakan pihaknya selaku kuasa hukum telah meminta legal opinion kepada Guru Besar Fakultas Hukum Unpad Bandung Prof. Dr. I Gde Pantja Asnawa, SH, MH yang secara tegas mengatakan bahwa Ketua Pengadilan Negeri Manokwari telah melakukan tindakan hukum yang melampaui wewenang yang pada esensinya adalah tidak berwenang untuk mengadili kembali dengan mengadili sendiri karena Ketua Pengadilan Negri Manokwari hanya diminta bantuan oleh Ketua Pengadilan Negeri Sorong dengan mendelegasikan pelaksanaan eksekusi.
Selain itu, dalam legal opinion, Prof Dr I Gede Pantja juga menilai Ketua Pengadilan Negeri Manokwari mencampuri urusan pengalokasian anggaran Pemprov Papua Barat yang bukan menjadi wewenangnya, urusan pengalokasian anggaran Pemprov Papua Barat menjadi urusan dari Kementerian Dalam Negeri cq. Dirjen Bina Keuangan Daerah yang sudah beberapa kali memerintahkan Gubernur Provinsi Papua Barat untuk melaksanakan pembayaran kepada Rico Sia guna menghindari terjadinya penambahan beban bunga yang dapat terus bertambah apabila ada keterlambatan pembayaran hal ini terlihat dari surat Dirjen Bina keuangan Daerah Kementerian dalam Negeri yang ditujukan kepada Gubernur Provinsi Papua Barat yakni surat no :
Surat No 180/5237/KEUDA tanggal 16 Desember 2020 perihal Putusan Pengadilan Negeri. Surat No. 181.1/2473/KEUDA tanggal 6 April 2021 Perihal Putusan Pengadilan Negeri. Surat No. 183.1/3018/KEUDA tanggal 28 April 2021 Perihal Pelaksanaan atas putusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap.
Bukan hanya itu, Ketua Pengadilan Negeri Manokwari telah menciptakan wewenang baru karena tidak sejalan dengan delegasi yang diberikan oleh Ketua Pengadilan negeri Sorong. Ketua PN Manokwari sudah dapat dikatakan membatalkan putusan Mahkamah Agung RI. “Oleh karena pelaksanaan eksekusi tidak sesuai dengan penetapan delegasi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Manokwari sehingga pelaksanaan penetapan eksekusi tersebut sudah seharusnya dan sepatutnya penetapan eksekusi yang dibuat oleh Pengadilan Negeri Manokwari tersebut BATAL DEMI HUKUM,”tegas Benryi .
“Dan kami meminta Ketua Pengadilan Tinggi Jayapura selaku Kawal Depan (Voorpost) Mahkamah Agung RI dapat memerintahkan Ketua PN Manokwari membatalkan penetapan dan melaksanakan eksekusi sesuai dengan penetapan delegasi ketua PN sorong yaitu dengan cara mentransfer/memindah bukukan dari rekening RKU Prov. Papua Barat ke rekening Rico Sia,”imbuh praktisi hukum senior di Sorong ini.
Terhadap permasalahan hukum ini, Guru Besar Fakultas Hukum Unpad, Bandung Prof Dr I Gede Pantja Astawa, SH MH pun mengatakan jangan sampai hal ini menjadi preseden buruk dalam penegakkan hukum dikemudian hari. Karena itu, Prof I Gede Pantja Astawa berpendapat, Penetapan Eksekusi No 10/Pdt EKS/2022/PN Mnk harus dicabut oleh KPN Manokwari sesuai dengan asas Contrario Actus. (ros)