Oleh: Tutus Riyanti
(The Voice of Muslimah Papua Barat)
Perempuan yang sudah menjadi seorang ibu, tentu mempunyai kewajiban dan konsekuensi yang harus dilakukan atas perannya sebagai seorang ibu. Seorang ibu tidak hanya bisa melahirkan dan membesarkan, tapi juga harus bisa merawat dan mendidik anak-anaknya, sehingga kelak menjadi anak yang berbakti dan bisa membanggakan orang tua serta agamanya.
Namun, saat ini peran seorang ibu yang seharusnya merawat dan mendidik generasi mulai tergerus. Sistem kapitalisme membuat kemiskinan menghimpit hidup keluarga. Harga kebutuhan pokok mahal, pendidikan mahal, sekolah mahal, pengobatan mahal, dan banyaknya kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Di sisi lain, banyak kepala keluarga yang mendapatkan pekerjaan dengan gaji relatif kecil, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kondisi ini akhirnya memaksa seorang istri, yang notabene juga seorang ibu, harus keluar dari rumahnya untuk membantu ekonomi keluarga.
Ketika para suami bekerja, kemudian di susul dengan bekerjanya istri untuk mencari nafkah, maka kewajiban mendidik generasi menjadi terabaikan. Anak dibiarkan tumbuh dan berkembang tanpa didikan dan pengawasan dari orang tua, terutama ibu. Sungguh miris, generasi tumbuh menjadi pribadi yang haus perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Ditambah lagi, saat ini umat Islam berada dalam cengkeraman sistem sekuler yang justru makin jauh dari nilai-nilai Islam. Tidak sedikit yang larut dalam gaya hidup serba bebas akibat proses sekularisasi pemikiran. Lalu bagaimana dengan para ibu? Tidak bisa kita mungkiri bahwa musuh-musuh Islam pun menyasar kaum ibu dengan ide feminisme, dan faktanya tidak sedikit kaum perempuan yang terkecoh.
Ibu Pendidik Generasi
Di dalam Islam, seorang ibu mempunyai tugas mulia yaitu menjadi madrasah (sekolah) pertama dan utama bagi anak-anaknya. Seorang ibu harus bisa membentuk tujuan hidup, visi hidup dan pedoman hidup anak, yakni mengarahkannya kepada Islam. Sebagaimana hadis Rasulullah saw: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Oleh karenanya, Islam juga menuntut agar kaum perempuan benar-benar menjalankan fungsi keibuan ini dengan sebaik-baiknya, di samping mereka pun sebagai bagian dari masyarakat. Ini karena tugas utama perempuan adalah sebagai ummun wa rabbat al-bayt (ibu dan pengatur rumah suaminya).
Ada beberapa kriteria yang harus dimiliki seorang ibu sehingga mampu mendidik generasi berkualitas, antara lain:
Pertama, seorang ibu harus memiliki keimanan dan ketakwaan tinggi. Ibu seperti ini akan senantiasa menggembleng anaknya agar hanya takut kepada Allah, memahami hakikat dan tujuan hidup, menanamkan keimanan yang kukuh, sekaligus mengajarkan untuk tunduk dan patuh pada aturan Sang Pencipta. Ia akan tampil sebagai teladan bagi anak-anaknya dalam hal berpikir dan bersikap.
Kedua, seorang ibu harus memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT. Kelak ia harus mempertanggungjawabkan apabila lalai dalam merawat dan mendidik anak-anaknya, apalagi jika tidak sesuai dengan syariat Islam.
Ketiga, memiliki rasa kasih sayang yang benar. Seorang ibu harus mampu mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang yang benar, yaitu mendahulukan rasa cinta dan sayang kepada Allah dan Rasul-Nya di atas segalanya. Sehingga anak-anaknya kelak akan mempunyai rasa cinta dan kasih sayang yang benar pula kepada Allah dan Rasul-Nya, serta kepada orang tua dan keluarganya.
Keempat, memahami bahwa anak adalah aset perjuangan dan masa depan umat. Ibu yang memiliki kesadaran semacam ini akan berusaha menumbuhkan jiwa kepemimpinan anak, membekali anak dengan sifat-sifat terpuji bagi seorang pemimpin seperti mandiri, rela berkorban, bertanggung jawab, peduli umat, dan sebagainya.
Kelima, memiliki kesadaran politik Islam. Kesadaran politik Islam artinya memahami dan meyakini bahwa pemeliharaan semua urusan umat harus diatur dengan syariat Islam. Dengan demikian, seorang ibu yang memiliki kesadaran politik Islam akan memiliki kepekaan yang tinggi dalam melihat kezaliman-kezaliman yang menimpa umat, akibat tidak diterapkannya aturan-aturan Islam. Dia pun akan berusaha memahamkan anak-anaknya untuk memiliki kesadaran politik Islam yang sama.
Keenam, memiliki ilmu dan wawasan luas tentang konsep pendidikan anak dalam Islam. Sehingga anak tidak salah arah, kelak akan tumbuh menjadi generasi berkualitas.
Kembalikan Peran Ibu
Bila membuka sejarah masa kegemilangan Islam, kita akan melihat sosok generasi berkualitas. Yaitu generasi yang berkepribadian Islam yang andal, memiliki intelektualitas mujtahid, sekaligus mentalitas mujahid. Saat itu umat Islam menjadi mercusuar peradaban luhur manusia yang bertahan hingga belasan abad. Generasi berkualitas ini tentunya tidak lahir begitu saja, tetapi ada “arsiteknya”, yaitu sosok yang berperan sangat penting. Siapakah ia? Ialah seorang ibu.
Namun di dalam sistem kapitalisme, peran ibu sebagai pendidik generasi tidak dapat dijalankan secara maksimal. Untuk itu, demi melahirkan generasi berkualitas, diperlukan peran masyarakat sebagai penguat ketakwaan dan saling mengingatkan. Dibutuhkan pula peran negara, dimana negara harus menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup warga, agar kaum ibu tidak perlu keluar membantu ekonomi keluarga.
Seorang ibu sangat berperan dalam mewarnai corak sebuah generasi. Untuk itu, kembalikan peran ibu kepada fitrahnya, yaitu sebagai pendidik generasi, yang nantinya akan melahirkan generasi berkualitas.(***)