Lewat Batas Waktu, MA Kembalikan Berkas PK Gubernur PB
SORONG- Ditengah hadirnya Ptj Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw yang dilantik hari ini, Kamis (11/5), Pemerintah Provinsi Papua Barat (Pemprov PB) masih dihadapkan dengan satu persoalan pelik yang selama ini belum terselesaikan, yakni perkara perdata melawan Rico Sia. Dan perkembangan terbaru bahwa upaya hukum Pemprov PB dalam hal ini Gubernur Papua Barat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) atas perkara perdata melawan Rico Sia akhirnya kandas.
Hal ini menyusulnya adanya surat Mahkamah Agung (MA) Nomor 480/PAN.2/IV/NO/120 SPK/Pdt/2022 tertanggal 28 April 2022 yang berisi Pengembalian Berkas Permohonan Peninjauan Kembali atas Perkara No.69/Pdt.G/2019/PN.SON, dalam hal ini yang diajukan Gubernur Papua Barat melalui Kuasa Hukumnya, Demianus Waney, SH MH dkk. Kuasa Hukum Rico Sia, Benryi Napitupulu, SH yang dikonfirmasi membenarkan hal ini. Dikatakan Benryi Napitulu, MA mengembalikan berkas PK Gubernur Papua Barat karena alasan hukum telah lewat waktu. “Iya, MA kembalikan berkas PK karena telah lewat batas waktu,”ujar Benryi melalui ponselnya,Kamis (12/5).
Adapun surat pengembalian berkas PK ditandatangani, Panitera Muda Perdata Mahkamah Agung RI, Andi Cakra Alam, SH MH. Mengutip surat MA atas pengembalian berkas PK Gubernur Papua Barat, pada point pertama dikatakan, “Bahwa Permohonan Peninjauan Kembali oleh Demianus Waney, SH MH dkk selaku kuasa hukum dari GUBERNUR PROVINSI PAPUA BARAT diajukan atas putusan Pengadilan Negeri Sorong No.69/Pdt.G/2019/PN/Son”. Selanjutnya point kedua berisi “ Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Sorong No. 69/Pdt.G/2019/PN.Son diputus pada tanggal 30 Oktober 2019 dalam persidangan yang terbuka untuk umum dan dihadiri oleh Kuasa Hukum Tergugat dalam hal ini mewakili Pemohon Peninjauan Kembali sedangkan permohonan Peninjauan Kembali diajukan tanggal 26 Januari 2022 sebagaimana akte pernyataan Permohonan Peninjauan Kembali No 69/Pdt.G/2019/PN.Son tanggal 26 Januari oleh karena itu Permohonan Peninjauan Kembali telah melampaui tenggang waktu pengajuan Peninjauan Kembali 180 hari sebagaimana ditentukan dalam Pasal 69 huruf (b) UU No 14. Tahun 1985, sebagaimana diubah dengan UU No.5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No 3 Tahun 2009 dan tidak memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.08 Tahun 2011 angka (5). Point ke 3 surat MA menyebutkan “Bahwa berdasarkan alasan di atas, Permohonan Peninjauan Kembali tersebut tidak dapat dilakukan registrasi dan bersama ini berkasnya kami kembalikan”.
Dengan adanya surat pengembalian berkas PK dari MA tersebut, Benryi Napitupulu menegaskan, pihak Pengadilan harus segera melaksanakn eksekusi terhadap putusan Mahkamah Agung RI No.2497 K/PDT/2021 tanggal 29 September 2021 yang menolak kasasi dalam hal ini Gubernur Papua Barat atas putusan putusan perkara No.69/Pdt.G/2019/PN.Son tanggal 30 Oktober 2019. “Berkas PK dikembalikan oleh MA karena lewat waktu, jadi tidak ada alasan lagi bagi Pengadilan untuk menunda pelaksanaan eksekusi atas perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Dan ini sudah kami sudah ajukan sejak kami terima salinan putusan MA tersebut,”terang Benryi. Karena upaya hukum yang diajukan telah final, Benry Napitupulu mengatakan, Gubernur Papua Barat atas nama Pemrov Papua Barat atas perintah hukum wajib membayar akta perdamaian sebagaimana pokok perkara senilai Rp 150 miliar dengan bunga berjalan sebesar 6 %/Tahun. Dikatakan Benryi, sejak perkara akta perdamaian diputuskan tahun 2019 ditambah bunga berjalan sebesar 6 %/Tahun, hingga tahun 2022, total nilai yang harus dibayarkan Pemprov Papua Barat kepada klienny Rico Sia sekitar Rp 180 miliar.
Lebih lanjut, Benryi yang ditanya apakah ada batas waktu bagi Pemrov PB untuk melaksanakan putusan MA tersebut, dikatakan, batas waktu tidak ada, hanya Ia sebagai kuasa hukum Rico Sia akan mendesak pihak Pengadilan untuk melaksanakan eksekusi sehingga perkara kliennya dengan Pemrov Papua Barat dapat segera selesai. Karena semestinya kata Benryi saat MA mengeluarkan putusan yang menolak kasasi Gubernur Papua Barat atas perkara perdata yang diputuskan di Pengadilan Negeri Sorong tahun 2019 lalu, pihaknya tanggal 2 Juni 2020 lalu telah mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Sorong. Namun karena adanya perlawanan yang diajukan Termohon, Ketua Pengadilan Negeri Sorong menyatakan menunda permohonan eksekusi sampai perlawanan mempunyai kekuatan hukum tetap. Selanjutnya karena Perlawanan yang diajukan oleh Termohon Eksekusi (Gubernur Papua Barat) tidak dapat diterima oleh MA dan putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka Benryi mengatakan pihaknya selaku Pemohon eksekusi tanggal 15 November 2021 lalu telah mengajukan permohonan eksekusi lanjutan.
Atas permohonan eksekusi tersebut, Pengadilan Negeri Sorong telah 2 kali melayangkan panggilan kepada kedua belah pihak namun Termohon eksekusi tidak hadir. Dan ternyata melakukan upaya hukum dengan melayangkan PK ke MA. Namun ternyata oleh Panitera MA, berkas permohonan PK dikembalikan karena telah lewat waktu. “Jadi kita minta pihak Pengadilan melaksanakan eksekusi terhadap Termohon Eksekusi dengan cara membacakan Berita Acara Eksekusi di Kantor Gubernur Provinsi Papua Barat,”imbuh Benryi, salah satu lawyer senior di Sorong. Jika Pemrov Papua Barat tidak juga melaksanakan putusan MA yang telah berkekuatan hukum tetap, maka konsekwensinya adalah adanya bunga berjalan membuat piutang Pemrov kepada kliennya Rico Sia semakin membengkak, dan ini sama saja dengan tindakan melawan hukum karena membiarkan kerugian negara yang semakin besar. (ros)