Max juga menekankan bahwa pihaknya dapat mengajukan perkara tersebut ke persoalan pidana karena eks karyawan mengaku dibawah tekanan ketika memberikan penjelasan. “Hal itu dapat kami pertanggujawabkan berdasarkan ketika mereka hadir di sana dan mereka dapat memberikan keterangan kepada kepolisian,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT. Prima Mambramo Sukses (Hotel Marina Mambramo), Albert Fransssito membantah telah melakukan tekanan terhadap eks karyawan saat rapat dengan Komisi 1 DPRD Kota Sorong. “Dalam rapat bersama eks karyawan, dua mediator dan Kepala Disnaker. Ada tawar menawar dari Rp 3.5 juga hingga titik temunya di Rp 4 juta per karyawan, sehingga tuduhan pemaksaan itu tidak ada,” ujarnya. Rencananya kesepakatan tersebut dibayarkan pada 1 April 2022, tetapi saat ingin merealisasi pembayaran di Dinas Ketenagakerjaan, 11 eks karyawan justru tidak hadir dan membatalkan secara sepihak, dan itu membuat perusahaan keberatan. “Jika dibatalkan sepihak, seharusnya pihak Komisi 1 DPRD Kota Sorong memanggil kembali untuk dirapatkan serta dimediasikan kembali. Kami juga sudah menghubungi Kabag Hukum DPRD Kota Sorong dan Ketua Komisi 1 DPRD Kota Sorong meminta risalah hasil mediasi, akan tetapi hingga saat ini belum diberikan,” ungkapnya.
Albert mengatakan, pihaknya baru menerima surat dari kuasa hukum eks karyawan yang mana isinya membatalkan. “Kalau ada permintaan pembatalan, artinya sudah ada kesepakatan. Dan saat rapat dan mediasi di Komisi 1 DPRD Kota Sorong, pengacara eks karyawan bukanlah Markus Souissa. Justru beliau masuk setelah adanya kesepakatan,” tuturnya. Sebenarnya lanjut Albert, karyawan ini telah dirumahkan, dan perusahaan sudah mengatakan dirumahkan bukan berarti di PHK, tetapi baru berjalan 3 bulan, 11 karyawan tersebut justru menanyakan status dan meminta pesangon. “Kalau meminta pesangon artinya mereka minta di PHK sedangkan perusahaan tidak pernah PHK, sehingga akhirnya bergulir hingga ke Disnaker dan Komisi 1 DPRD Kota Sorong,” pungkasnya. (juh)