Harapkan Pandemi Gering Agung Segera Berlalu
AIMAS – Peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 yang jatuh pada Kamis (3/3), digelar umat Hindu di Pura Jagat Sari tanpa ritual Ogoh-Ogoh. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk dukungan Umat Hindu mendukung pemerintah dalam menekan penyebaran COVID-19, sehingga perayaan Nyepi kali ini hanya diawali dengan ritual Melasti dan Tawur Agung Kesanga.
Upacara Melasti guna penyucian Bhuana Alit (kekuatan dalam diri manusia) dan Bhuana Agung (alam semesta) dilaksanakan H-3 jelang Nyepi, tepatnya pada Senin (28/2). Selanjutnya pada H-1, Rabu (2/3), umat melaksanakan ritual Tawur Agung Kesanga. Tawur Agung Kesanga memiliki makna membersihkan Jagad Bhuana Alit dan Bhuana Agung berdasarkan pada konsep Tri Hita Karana atau menyelaraskan hubungan tiga elemen penting yakni manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia.
Wakil Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Sorong, I Wayan Sarjana mengatakan, ritual dilaksanakan terbatas di sarana persembahyangan dan akan menuju titik Catuspatha (perempatan agung) tak jauh dari lokasi peribadatan. Dikatakan Wayan, pelaksanaan ritual tidak diikuti oleh seluruh umat Hindu Pura Jagat Sari, melainkan diutamakan hanya kepada yang sehat dan yang sudah divaksin. “Diutamakan bagi yang sudah divaksin, itupun prokesnya ketat diterapkan selama ibadah. Bagi yang sakit lebih dari tiga hari, dianjurkan ibadah di rumah, nanti akan diambilkan air sucinya saja dari sini,” ujar Wayan.
Selain itu lanjut Wayan, Umat Hindu juga menyiapkan untuk Tattwa, Susila, Sesana dan Upacara. Dengan harapan, Umat Hindu selalu dalam kebaikan dan bisa hidup harmonis bahkan dengan umat lainnya. Diungkapkan Wayan, Nyepi adalah waktu dimana Umat Hindu melakukan Ngulat Sarira (introspeksi diri) selama satu tahun yang telah lalu dan merencanakan apa yang akan dilakukan dalam satu tahun yang akan datang. Ini adalah jeda waktu bagi Umat Hindu untuk duduk merenung, dengan mengindahkan Catur Brata Penyepian yang semestinya tidak dilakukan. Yakni, amati geni, amati karya, amati lelungan dan amati lelanguan.
Catur Brata Penyepian ditempuh dengan cara meditasi, shamadi, dan perenungan diri sendiri di suasana yang hening. Biasanya, pantangan ini dilaksanakan selama 24 jam, tepatnya sehari usai Tilem Sasih Kasanga atau pada paruh terang pertama masa kesepuluh (pananggal sasih kadasa). Sama halnya dengan harapan seluruh umat di bumi, pada perayaan Nyepi kali ini Umat Hindu juga berharap agar Pandemi Gering Agung (COVID-19) segera berlalu. Menurut Wayan, Pandemi ini harus disikapi dengan sekala dan niskala. “Sekala bisa diartikan sebagai upaya yang nyata atau terlihat, sementara niskala adalah upaya gaib atau yang tidak kelihatan. Jadi dalam konteks Gering Agung ini, sekala bisa dilakukan dengan menaati prokes dan mengikuti vaksinasi. Sedangkan niskala bisa diartikan dengan berserah dan berdoa,” jelas Wayan.
Kepercayaan sekala dan niskala merupakan suatu kepercayaan yang sangat bermakna bagi Umat Hindu dan sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Sekala dan niskala memiliki makna sesuatu yang terlihat dan tidak terlihat. Kepercayaan tersebut mengantarkan Umat Hindu menuju kehidupan yang seimbang. (ayu)