MANOKWARI – Buntut ujaran kebencian di media sosial beberapa waktu lalu, Perkumpulan Perempuan Arfak Papua Barat menggelar aksi bagi-bagi bunga sebagai tanda cinta kasih serta sebagai tindakan menolak rasisme, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional (International Womens Day), Selasa (8/3),
Ketua Perkumpulan Perempuan Arfak Papua Barat, Sarce Meidodga mengatakan, aksi bagi-bagi bunga ini ditujukan untuk semua warga yang ada di tanah Arfak Manokwari, sebagai tanda cinta kasih serta sebagai tindakan menolak adanya ujaran kebencian (rasisme) terhadap mama-mama Papua, khususnya Suku Arfak beberapa waktu lalu. ”Kami ingin perdamaian dan menolak rasis serta pertengkaran. Kami ingin semua yang ada di sini hidup damai supaya bisa membangun negeri Arfak dengan baik,” kata Sarce Meidodga.
Hal senada juga disampaikan, Koordinator Aksi, Merij Ahoren yang menyebutkan bahwa melalui peringatan Internation Women Day ini, para perempuan Arfak mengajak semua perempuan untuk bersatu dan menolak rasisme. ”Pembagian bunga mawar sebagai cinta kasih perempuan Arfak mengasihi semua suku yang ada di tanah ini,” sebutnya.
Sementara itu, Tokoh Perempuan Papua, Yuliana Numberi yang juga hadir dalam kegiatan tersebut menympaikan terimakasih dan apresiasi kepada perempuan Arfak yang telah melakukan sebuah gerakan untuk mendorong sebuah perdamaian di tanah Papua.
Yuliana mengatakan, hak-hak perempuan telah diperjuangan jauh-jauh hari sebelumnya sejak 1998 lalu, baik itu hak berpolitik, ekonomi, sosial maupun budaya, dan hari ini perempuan Arfak kembali membuat sebuah gerakan untuk mendorong perdamaian di tanah ini.
Hal ini menandakan bahwa perempuan Arfak menginginkan adanya perdamaian antar sesama perempuan di tanah ini. ”Harus mau menghargai, saling baku jaga sehingga tidak terjadi rasisme diantara perempuan maupun suku,” harapnya.
Sebagai perempuan Papua, Yuliana Numberi melihat dari prespektif gender bahwa ada gerakan kesadaran perempuan Arfak untuk merangkul semua perempuan untuk menjaga Manokwari agar tetap damai Disatu sisi, mereka (perempuan Arfak,red) merasa bahwa mereka tidak bisa berdiri sendiri, sehingga bersedia membuka diri untuk bermitra dengan perempuan dari suku lain. ”Kita harus belajar dari mereka bahwa dalam situasi terpuruk tetapi tidak membuat mereka mundur, tetapi membuka wawasan untuk bangkit dan keluar dari apa yang menjadi rasisme untuk membuat kita lebih maju,” tandasnya. (bw)