AIMAS – Rombongan masyarakat Klamono Kabupaten Sorong bersama Aliansi Pemuda Klamono Raya melakukan aksi demo damai di Kantor DPRD Kabupaten Sorong, Kamis (3/2). Aksi kali ini merupakan tindak lanjut dari aksi sebelumnya yang dilangsungkan Sabtu (26/1) di SMPN 6 Klamono.
Dibawah kontrol penanggung jawab aksi, Yosias Yandanfle, massa menyampaikan aspirasinya terkait penolakan pemaksaan vaksinasi bagi masyarakat Klamono. Terutama bagi siswa, dimana vaksin dinilai dapat mengintervensi hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Menurut masyarakat, belakangan ini sejumlah sekolah ikut menjadikan surat vaksin sebagai syarat untuk kepengurusan administrasi. “Sekarang ini anak-anak mau ambil ijazah dan raport harus vaksin. Kalau tidak vaksin pihak sekolah tahan ijazah dan raport. Jadi kira-kira kalau anak nanti mau lanjut sekolah lagi baru tarada ijazah, bagaimana?,” tukas salah satu orator dalam aksinya.
“Sekarang kartu identitas seperti tidak lebih berharga daripada surat vaksin. Kalau begitu hapus saja KTP dan kartu identitas lain. Sekarang mau cari kerja juga yang ditanyakan pertama kali adalah surat vaksin. Ini secara langsung merampas hak masyarakat,” sambungnya.
Aksi penyampaian aspirasi masyarakat Klamono ini diterima oleh Sekretaris DPRD Kabupaten Sorong, Marthen Luther Panjala, dan anggota Komisi A DPRD Kabsor Manuel Syatfle dan rekannya Margaretha Karangan. Manuel Syatfle mengatakan, terkait keluhan masyarakat ini, pihaknya akan berkoordinasi dengan pimpinan dewan untuk memanggil kepala OPD terkait (Dinas Pendidikan) guna membicarakan permasalahan tersebut. “Kami nanti berkoordinasi dengan pimpinan dewan untuk duduk bersama Kepala Dinas Pendidikan terkait hal tersebut. Karena bagi kami, menjadi masalah serius ketika hak anak-anak untuk mendapatkan pendidikan terhambat karena tidak memiliki surat vaksin,” ujar Manuel Syatfle.
Penanggungjawab aksi, Yosias Yadanfle mengatakan, pada dasarnya masyarakat tidak menolak keputusan pemerintah terkait vaksinasi, namun meminta agar hal tersebut tidak dipaksakan sehingga tidak melanggar HAM. “Pada dasarnya kami tidak menolak keputusan presiden tentang vaksinasi, namun realita yang terjadi di Kabupaten Sorong surat vaksin sekarang dijadikan syarat utama dalam setiap kepengurusan administrasi. Secara tidak langsung ini mengikat ruang gerak rakyat,” katanya.
Ia berharap surat vaksin jangan sampai dijadikan sebagai surat jitu melancarkan berbagai urusan. “Contohnya, kita mau pergi jalan di dalam kota saja harus dicegat tanya surat vaksin. Kita mau ambil sembako, dorang tanya surat vaksin juga. Kami tidak tolak mentah-mentah, tapi tolong jangan kekang dan paksa, vaksin itu tidak boleh dipaksakan,” tegasnya. (ayu)