Aguste Sagrim: Menteri Pendidikan Sudah Sampaikan Vaksin Bukan Kriteria Boleh Tatap Muka
SORONG – Geram dengan tindakan vaksinasi di sejumlah sekolah yang terkesan memaksa, Ketua Komisi III DPRD Kota Sorong, Aguste Sagrim,ST menekankan bahwasannya vaksinasi bukan syarat atau kriteria utama dilaksanakan belajar tatap muka, sebab hal tersebut juga ditegaskan oleh Menteri Pendidikan RI, Nadiem Karim.
Aguste menjelaskan jika syarat utama dapat mengikuti belajar tatap muka adalah harus divaksin, maka harus dilihat bagaimana Keputusan Menteri Pendidikan sebab pendidikan ini diatur oleh Menteri Pendidikan, setidaknya harus ada lampiran tertulis dari Kementerian Pendidikan RI terkait wajib vaksinasi agar mengikuti PTM.
”Kalau tidak ada, jangan bikin sebagai syarat utama sebab vaksinasi ini merupakan hak asasi manusia. UU Kesehatan juga melindungi kami bahwa setiap warga negara berhak atas kesehatan terhadap dirinya dimana dia sendirilah yang menentukan bukan orang lain yang menentukan,” tegas Aguste Sagrim kepada wartawan, Rabu (19/1).
Ia juga sangat menyayangkan tingkah para pengambil kebijakan yang justru melakukan tindakan vaksinasi secara paksa dan hal tersebut tentunya melanggar Hak Asasi Manusia. Salah satu contohnya, rata-rata di sekolah para siswa terpaksa harus vaksin bila mau mengambil raport ataupun mengikuti PMT. Dan lucunya lanjut Sagrim, sebelum divaksin siswa harus menandatangi surat yang menyatakan negara tidak akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu usai divaksin.
“Ini gila, bagaimana bila siswa tersebut memiliki penyakit dan tiba-tiba terjadi apa-apa. Jangan jadikan manusia seperti kelinci percobaan. Bila orang di Pusat sudah gila maka jangan turun lagi ke daerah. Bagi saya ini gilanya sudah kelewatan batas, karena hingga saat ini Covid-19 ini tidak mematikan tetapi justru ini hanya sebagai sebuah proyek,” tegasnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan para kepala sekolah ini mendapatkan informasi dari mana terkait pelaksanaan vaksinasi, siapa yang membackup?. “Jangan karena mengejar presentase kemudian mengabaikan hak asasi manusia, dan manusia yang tidak menghormati manusia lain maka dia tidak pantas disebut manusia. Harusnya fleksibel mau vaksin silahkan, tidak juga tidak masalah. Jadi dikasih kebebasan untuk memilih,” tandasnya.
Tidak hanya pendidikan, tambah Aguste, kini pusat perbelanjaaan/supermarket turut mengharuskan maayarakat untuk divaksin. Selain itu, pihak kepolisian pun ikut terlibat dalam pelaksanaan vaksinasi. ”Saya meminta agar kepolisian kembali ke tupoksi saja dengan mengurus kamtibmas, karena ada banyak pekerjaan yang penting yang harus diselesaikan daripada mengurus vaksinasi,” tandasnya lagi.
Jika mengurus vaksinasi hanya untuk mengejar target, Aguste Sagrim menilai kepolisian tidak profesional dalam melaksanakan tugas sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Maka, ia menyarankan agar kembali ke tupoksi saja, ada banyak hal yang harus diselesaikan, seperti narkoba, begal, miras yang merajalela seperti air kran. ”Kenapa Kota Sorong selalu digencarkan, bagaimana daerah lain seperti Tambrauw, Maybrat, Raja Ampat, apakah mereka bukan bagian dari Negara Indonesia? Jayapura sebagai indikator utama saja tidak selebay ini, Kota Sorong terlalu berlebihan. Saya tegaskan tolong hargai hak asasi manusia yang dilindungi UU,” pungkasnya. (juh)