Tim Kuasa Hukum Ajukan Banding
SORONG – Dinilai terbukti secara sah melanggar pasal 340 jo pasal 55 KUHP jo UU Sistem Peradilan Anak terkait perkara penyerangan dan pembunuhan anggota TNI AD di Posramil Kisor Kabupaten Maybrat, terdakwa anak berinisial LK (14) divonis 8 tahun kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sorong, Jumat (3/12). Putusan hakim tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Rivai Tukuboya, SH, didampingi hakim anggota Bernard Papendang, SH dan Lutfi Tomou,SH di ruang Tirta PN Sorong.
Pantauan Radar Sorong, proses sidang putusan terdakwa anak inisial LK (14) tersebut di kawal ketat oleh kepolisian Polres Sorong Kota, juga dihadiri sejumlah massa. Hasil putusan sidang didengarkan langsung oleh terdakwa yang didampingi ibunya dan tim pengacara. Usai mendengarkan putusan, tim kuasa hokum terdakwa mengajukan banding. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Eko Nuryanto,SH,MH menyatakan pikir-pikir.
Putusan 8 tahun penjara yang diputuskan majelis hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara penyerangan dan pembunuhan anggota TNI AD di Posramil Kisor Distrik Aifat Selatan Kabupaten Maybrat ini, lebih rendah dibandingkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa LK dengan pidana penjara 10 tahun.
Kuasa hukum terdakwa, Leonardo Ijie,SH didampingi Nando Ginuni, SH yang ditemui wartawan usai mengikuti persidangan menilai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Sorong terhadap kliennya adalah putusan sesat. Dikatakan, berdasarkan putusan yang dibacakan oleh majelis hakim menyatakan bahwa terdakwa anak LK bersalah dan dipidana penjara selama 8 tahun. “Kami sudah sampaikan di dalam (Persidangan,red) bahwa kami mengajukan banding dan kami selalu mengacu pada fakta persidangan. Kami akan mempublis semua keterangan saksi yang kami dapatkan dalam ruang sidang ini. Makanya kami berani bilang tuduhan JPU dan putusan majelis hakim adalah asumsi,” tegas Leonardo Ijie.
Leonardo menggangap putusan ini sangat sesat, sebab berdasarkan semua fakta sidang tidak ada menjurus pada keterlibatan kliennya dalam peristiwa tersebut. Dan, semua yang didalilkan serta dituangkan berdasarkan BAP, justru tidak terlihat fakta persidangan. “Kami merasa ganjil, antara fakta dan bukti sidang tidak konek. Bahkan keterangan saksi E dan keterangan saksi mahkota yang dihadirkan JPU, dimana saksi mahkota menyatakan bahwa di tanggal kejadian tersebut anak ini (Terdakwa,red) berada di Susmuk dan pernyataan tersebut didukung oleh saksi yang kami hadirkan tetapi keterangan saksi tidak menjadi pertimbangan para hakim,” tukas Leonardo.
Diakui, pihaknya juga memasukan pernyataan Humas Polda Papua Barat yang menyebutkan nama anak secara terang, dan itu menyalahi peradilan anak. Sayangnya pertimbangan tersebut tidak dimasukan oleh majelis hakim. Selama proses persidangan, Leonardo menilai hakim tidak cermat melihat fakta-fakta dan keterangan para saksi yang terungkap dalam persidangan tersebut. “ LK ini ditangkap di Kokas, padahal penyisiran yang dilakukan di Kokas terhadap 2 tersangka DPO yakni R dan AK, tidak ada anak di dalam daftar pencarian tersebut. Namun tiba-tiba anak ini dibawa dan diamankan dengan cara penangkapan yang melanggar sistem peradilan anak,” ungkapnya. Leonardo membeberkan, rentetan kekerasan pun dialami oleh kliennya. Bahkan di dalam persidangan lanjut Leonardo, saksi mahkota MY telah menyatakan munculnya nama LK karena ada intimidasi dan penyiksaan yang dialami MY sehingga dengan terpaksa MY harus menyebut nama LK. “Kami memiliki bukti itu dan semuanya terungkap dalam persidangan ini, sayangnya semua yang kami dengar tidak ada yang diambil menjadi fakta namun diambil dari BAP,” tandasnya. (juh)