Jokowi Komitmen Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat, Singgung Kasus Paniai
SORONG – Memperingati 63 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 10 Desember 1948, sejumlah massa yang mengatasnamakan diri Solidaritas Rakyat Papua (SRP) menggelar aksi demo damai di Taman Sorong City, Jumat (10/12), meminta pemerintah segera menuntaskan berbagai pelanggaran HAM berat di Indonesia dan terhadap Rakyat Papua sejak tahun 1961 hingga tahun 2021.
Dalam aksi demo damai tersebut, para oratar mengingatkan bagaimana rentetan pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di wilayah Indonesia termasuk di tanah Papua. Contoh kasus pelanggaran HAM berat yakni kasus Tanjung Priok, penculikan aktivis tahun 1997 hingga 1998, Tragedi Semanggi, Tragedi Trisakti dan kasus pembunuhan Munir.
Sementara di tanah Papua, SRP menilai berbagai pelanggaran HAM melalui penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) semakin masif, yang kemudian memaksa rakyat Papua di beberapa daerah konflik harus kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke hutan. Kemudian serangkaian pelanggaran HAM berat yang terabaikan seperti Tragedi Biak berdarah, Tragedi Wamena berdarah, Jayapura berdarah 1998, Wasior berdarah 2001. Selain itu, pembunuhan Theys Aluay 2001, Abe Berdarah 2006, Tragedi Paniai berdarah 2014, kasus Nduga 2018, selanjutnya penembakan pendeta Yeremias Zanabani, dan berbagai kasus lainnya di Yahukimo, Intan Jaya, dan Maybrat di tahun 2021.
Koordinator Aksi, Pius Heluka mengatakan, pada momen hari HAM Internasional, pihaknya yang tergabung didalam Solidaritas Rakyat Papua menuntut 11 poin tuntutan. Pertama, usut tuntas berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan seluruh tanah Papua. Kedua, hentikan pemberangusan ruang demokrasi terhadap rakyat Papua serta berikan kebebasan berkumpul, berserikat dan berpendapat.
Ketiga, tolak Otonomi Khusus Papua jilid III. Keempat, buka akses bagi jurnalis nasional dan internasional serta mendesak dewan HAM PBB meninjau Papua melakukan investigasi pelanggaran Ham. Kelima, tarik militer organik dan non organik dari seluruh tanah West Papua khususnya di Nduga, Intan Jaya, Puncak jaya Kabupaten Puncak, Pegunungan Bintang, Yahukimo dan Maybrat.
Keenam, hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa dan aktivis West Papua di seluruh Indonesia yang pro demokrasi. Ketujuh, bebaskan Vicktor Yeimo dan seluruh tahanan politik West Papua tanpa syarat. Kedelapan, tolak daerah otonom baru si seluruh tanah West Papua.
Kesembilan, tutup PT. Freeport, BP LNG Tangguh, dan tolak pengembangan Blok Wabu di Intent Jaya serta menolak bentuk investasi di seluruh tanah West Papua, kesepuluh tarik markas operasi militer dan kembalikan tanah masyarakat adat Marafenfen dan kesebelas berikan hak penentuan nasib sendiri bangsa West Papua sebagai solusi demokrasi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pemerintah berkomitmen menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Salah satunya dengan mengusut kasus HAM berat yang terjadi di Paniai, Papua. Hal itu disampaikan Jokowi dalam sambutannya di ’International Conference on Islam and Human Rights’ dalam rangka memperingati Hari HAM Sedunia, Jumat (10/12). Jokowi mulanya menyampaikan komitmen pemerintah menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. ”Pemerintah berkomitmen menegakkan, menuntaskan, dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat,” katanya.
Jokowi mengatakan penuntasan kasus pelanggaran HAM berat itu mengedepankan prinsip keadilan, baik prinsip keadilan bagi korban maupun bagi terduga pelaku pelanggaran HAM berat. ”Dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan bagi korban dan keadilan bagi yang diduga menjadi pelaku HAM berat,” ujarnya.
Pemerintah melalui Jaksa Agung lanjut Presiden Jokowi, juga telah mengambil langkah melakukan penyidikan umum terhadap kasus pelanggaran HAM berat. Salah satu kasus yang diusut adalah kasus penganiayaan di Paniai, Papua. ”Pasca Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pemerintah melalui Jaksa Agung telah mengambil langkah untuk melakukan penyidikan umum terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat, salah satunya tadi sudah disampaikan oleh Bapak Ketua Komnas HAM adalah kasus penganiayaan Paniai di Papua tahun 2014,” ungkapnya.
Bertolak dari hasil penyidikan Komnas HAM, Kejaksaan Agung telah melakukan penyidikan umum terhadap kasus penganiayaan di Paniai itu. Hal itu untuk menjamin terwujudnya prinsip keadilan dan kepastian hukum. ”Berangkat dari berkas hasil penyidikan dari Komnas HAM kejaksaan tetap melakukan penyidikan umum untuk menjamin terwujudnya prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum,” tuturnya. (juh/**/mae/detikcom)