Izin Usaha Perkebunan Sah Dicabut, Kemenangan untuk Masyarakat Adat Papua Barat
SORONG – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura mengesahkan keputusan Bupati Sorong mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. Papua Lestari Abadi dan PT. Sorong Agro Sawitindo. Gugatan kedua perusahaan sawit tersebut dengan Nomor 31/G/2021/PTUN.JPR dan Nomor 32/G/2021/PTUN.JPR ditolak oleh PTUN Jayapura.
Keputusan sidang PTUN ini disampaikan dalam Konferensi Pers Putusan Sidang Bupati Sorong vs Perusahaan Sawit yang digelar secara daring, Selasa (7/12) dihadiri oleh Bupati Sorong, Dr. Johny Kamuru,SH,MSi, Tim Pengacara Kabupaten Sorong Nur Amalia,SH,MDM; DR.Pieter Ell,SH, dan perwakilan masyarakat adat di Sorong yakni Gideon Kilmi dan Manase Fadan.
Keputusan pencabutan IUP PT. Papua Lestari Abadi dan PT. Sorong Agro Sawitindo oleh Bupati Sorong adalah tindak lanjut hasil evaluasi perizinan yang dipimpin langsung oleh Gubernur Provinsi Papua Barat melalui Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHBun) Papua Barat dan telah melalui proses yang panjang sesuai dengan tata aturan pemerintah.
Bupati Sorong Johny Kamuru merasa bersyukur atas kemenangan bersama ini khususnya bagi masyarakat di Sorong. “Gugatan atas pencabutan izin ini merupakan pelajaran bagi kita semua dan kemenangan ini menjadi jalan pintu masuk bagi pengelolaan hutan berkelanjutan di tanah Papua,” katanya, Selasa (7/12). “Saat ini pemerintah Kabupaten Sorong fokus pada gugatan yang masih berjalan namun kami bersama dinas terkait sedang menyusun program-program pada prinsipnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat di wilayah konsesi yang izinnya telah dicabut,” sambungnya. Proses persidangan selama ini juga turut dihadiri dan disaksikan oleh perwakilan masyarakat adat yang berada di wilayah bekas konsesi kedua perusahaan.
Salah satu perwakilan masyarakat adat yang masuk dalam konsesi PT. Sorong Agro Sawitindo, Gideon Kilmi yang merupakan perwakilan dari masyarakat adat Distrik Konhir, mengaku lega atas putusan PTUN Jayapura. “Saya merasa lega terhadap apa putusan tersebut dan kami merasa bersyukur atas pencabutan izin yang dilakukan Bupati Sorong sebagai anak adat,” ujarnya.
Diketahui, Perkara dimulai ketika Bupati Sorong mengeluarkan Surat Keputusan No. 525/KEP.65/IV/TAHUN 2021 tentang Pencabutan Izin Usaha Perkebunan PT Papua Lestari Abadi seluas 15.631 hektar pada tanggal 27 April 2021 dan Surat Keputusan No. 525/KEP.64/IV/TAHUN 2021 tentang Pencabutan Izin Usaha Perkebunan PT Sorong Agro Sawitindo seluas kurang lebih 40.000 hektar pada tanggal 27 April 2021. Pencabutan izin ini merupakan rangkaian pelaksanaan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat yang dilakukan bersama dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat dan didukung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah dimulai sejak bulan Juli 2018.
Kedua perusahaan, PT Papua Lestari Abadi dan PT Sorong Agro Sawitindo, telah memperoleh Izin Usaha Perkebunannya sejak tahun 2013 lalu. Sejak tahun 2013 itu, kedua perusahaan belum melakukan penanaman kelapa sawit sama sekali dan bahkan belum memperoleh hak atas tanah di wilayah mereka masing-masing. Apabila ditelusuri lebih jauh, kedua perusahaan bahkan telah memperoleh Izin Lingkungan mereka sejak 2009. Lebih dari 1 dekade berlalu dan tidak ada aktivitas sama sekali dari kedua perusahaan tersebut.
Evaluasi perizinan ini tidak hanya dilakukan di Kabupaten Sorong, tetapi di seluruh wilayah Provinsi Papua Barat. Selain 2 perusahaan yang berperkara di PTUN, terdapat 8 perusahaan lain yang izinnya dicabut, termasuk PT Inti Kebun Lestari yang juga mengajukan gugatan PTUN dan putusannya belum dikeluarkan oleh Majelis Hakim PTUN Jayapura. Juga terdapat 6 perusahaan lain yang dengan sukarela mengembalikan wilayah konsesinya kepada pemerintah. Wilayah-wilayah yang telah dicabut izinnya kemudiaan akan didorong pengelolaannya oleh masyarakat adat.
Ketua DPRD : Kami Harap Ini Keputusan Final, Jangan Ada Banding
Gugatan atas pencabutan IUP kelapa sawit yang dilayangkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura beberapa waktu lalu, dimenangkan oleh pihak tergugat Bupati Sorong, Dr. Johny Kamuru,SH,M.Si. Mengetahui kabar tersebut, masyarakat adat bersama Ketua DPRD Kabupaten Sorong, Habel Yadanfle,SH yang menyaksikan prosesi sidang putusan, Selasa (7/12) secara virtual, merasa sangat lega. “Kami bersyukur kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi yang juga telah menganugerahkan tanah adat kepada masyarakat Moi. Kami berharap kabar kemenangan Bupati di PTUN adalah keputusan final, jangan ada lagi banding yang diajukan oleh pihak penggugat,” ucap Habel Yadanfle.
Habel mengatakan, jika setelah ini pihak penggugat tetap ingin mengajukan banding, maka sebagai wakil rakyat, ia akan terus mendukung Bupati Sorong. Apalagi yang dilakukan Bupati adalah demi melindungi hak rakyat, terutama masyarakat adat. Menurut Habel, pencabutan IUP kelapa sawit oleh Bupati Sorong bukan merupakan keinginan pribadi melainkan telah mendapatkan petunjuk teknis dari KPK dan BPK. Dengan demikian, berarti Bupati telah melaksanakan perintah negara.
Oleh karenanya, sampai kapan pun ia bersama rekan-rekan dewan dan masyarakat adat akan tetap mendukung langkah tegas Bupati Sorong. “Karena kami hadir dari suara rakyat maka kami juga akan selalu berada di belakang rakyat. Jika rakyat sudah mendukung Bupati, maka tidak ada alasan bagi dewan untuk tidak memberi dukungan yang sama. Dari awal 25 anggota DPRD Kabupaten Sorong telah memberikan dukungan kepada Bupati Sorong. Maka sampai kapan pun kami akan terus mendukung,” tegasnya.
Habel berharap, perkara ini dapat dijadikan contoh oleh perusahaan lain agar jangan berani melanggar komitmen yang telah disepakati bersama kepala daerah. Apalagi hampir seluruh lahan yang digunakan untuk aktivitas perusahaan sawit merupakan milik masyarakat adat. “Ini harus jadi perhatian khusus oleh perusahaan lain. Jangan sampai berani langgar komitmen, kalau tidak maka konsekuensinya sama seperti yang dilakukan Bupati sekarang. Tanah milik masyarakat adat harus dimanfaatkan sesuai ketentuan, jangan seenaknya. Jangan renggut hak masyarakat adat,” seru Habel.
Sementara itu, selama menunggu hasil putusan sidang di PTUN Jayapura, masyarakat adat suku Moi tak henti-hentinya berorasi sambil bernyanyi sebagai bentuk dukungan kepada Bupati Sorong. Masyarakat juga menyampaikan sedikit keluh kesahnya atas hadirnya perusahaan sawit yang membuat hak masyarakat seperti terenggut. “Dulu kami bebas di tanah adat, kami bisa berkebun, tanam jagung, tanam keladi, tanam rica. Tapi setelah perusahaan masuk, mau tanam rica saja kami diusir, padahal itu tanah kami. Selamatkan tanah adat,” teriak salah seorang orator. “Bupati harus menangkan gugatan, jika Bupati kalah, kami tidak akan tinggalkan kantor dewan. Kami akan bela hak kami, kami akan dukung Bupati,” ujar orator lainnya.
Bagi masyarakat adat, tanah adat adalah harta berharga. Sebab masyarakat tak akan meninggalkan harta warisan dalam bentuk uang bagi generasinya. Satu-satunya warisan yang akan ditinggalkan kepada anak cucu hanya tanah adat. Sebab diatas tanah tersebutlah masyarakat adat hidup dan beregenerasi dari masa ke masa. Masyarakat adat juga menolak masuknya investor bidang kelapa sawit yang tidak bisa Mensejahterakan masyarakat adat “Jangan sampai kita mati di dalam lumbung padi. Jangan biarkan orang lain menjajah dan membuat kami kehilangan hak atas tanah adat. Harta yang kita punya hanya tanah adat, tanah yang diberkati. Jangan biarkan investor nakal berjaya di atas tanah adat,” tegasnya.
Pantauan Radar Sorong, dikawal 200 personel Polres Sorong dan Brimob, aksi masyarakat adat berlangsung aman dan lancar. Kegiatan penyampaian aspirasi berakhir penuh kepuasan masyarakat adat setelah hasil putusan sidang PTUN Jayapura memenangkan Bupati Sorong. (zia/ayu)