Belum Digubris, PH Rico Sia Ajukan Surat Permohonan Eksekusi Lanjutan
SORONG – Setelah menerima salinan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2497 K/PDT/2021 tertanggal 29 September 2021 yang menolak kasasi Pelawan dalam hal ini Gubernur Papua Barat atas putusan perdamaian Nomor 69/Pdt.G/2019/PN Son tanggal 30 Oktober , Panasehat Hukum (PH) Rico Sia, Benryi Napitupulu, SH Senin kemarin (15/11) mengajukan surat permohonan eksekusi lanjutan ke Bagian Perdata Pengadilan Negeri (PN) Sorong.
Permohonan eksekusi lanjutan itu diajukan lantaran sampai saat ini, menurut Benryi, belum ada sinyal dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat untuk melaksanakan akta perdamaian yakni melakukan pembayaran kepada Rico Sia sebesar Rp 150 Miliar ditambah bunga berjalan sebesar 6 % /Tahun.
Padahal jangka waktunya pembayaran akta perdamaian itu, sesuai isi butir 1, paling lama harus dibayarkan tahun 2021 ini . Artinya sebelum tahun 2021, inti dari pokok perkara perdata yang sudah lama bergulir ini sudah harus dibayarkan oleh Pemprov Papua Barat. “Kami mengajukan surat permohonan eksekusi lanjutan karena saat itu sebenarnya sudah harus dieksekusi tapi karena ada tahap proses aanmaning dimana Pelawan (Gubernur Papua Barat) mengajukan upaya hukum ke MA,dan menunggu hasilnya tapi ternyata putusan MA kasasi ditolak, jadi ini sudah putusan final yang berkekuatan hukum tetap (incrah) , jadi mau tidak mau, suka tidak suka, Pemprov Papua Barat harus bayar ke klien kami (Rico Sia) senilai Rp 150 Miliar tambah bunga 6 persen/tahun sekitar Rp 175 miliar. Ini hukum yang bicara jadi harus dilaksanakan, ”jelas Benryi Napitupulu.
Benryi pun menegaskan, pembayaran yang wajib dilaksanakan oleh Pemprov Papua Barat dalam hal ini Gubernur Papua Barat sesuai putusan MA “Bahwa oleh karena tidak ada perintah penundaan oleh pejabat yang berwenang, maka Pelawan berkewajiban melaksanakan isi putusan akta perdamaian No 69/Pdt.G/2019/PN Son tanggal 30 Oktober 2019”.
Sebelum eksekutor dari Pengadilan Negeri (PN) Sorong datang ke Manokwari membacakan berita acara permohonan eksekusi lanjutan tersebut, Benryi berharap ada itikad baik dari Pemprov Papua Barat untuk taat pada hukum dengan melaksanakan kewajibannya sesuai akta perdamaian yang disebutkan dalam putusan Majelis Hakim MA , yang menolak kasasi dari Gubernur Papua Barat.
“Saat ini kami masih menunggu itikad baik dari Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk melakukan pembayaran secara sukarela. Jadi di sini tidak ada lagi penundaan,sesuai akta perdamaian, waktunya dibayarkan paling lambat tahun 2021 ini,”jelas Benryi .
Menyinggung apakah dari putusan MA yang menolak kasasi Gubernur Papua Barat, bisa dilakukan penyitaan terhadap aset milik Pemrov Papua Barat, Benryi mengatakan, sita aset negara tidak bisa dilakukan karena ada Undang-Undangnya .
Namun secara etika bahwa Pemprov Papua Barat tentunya harus taat hukum. “Kalau sampai berita acara eksekusi lanjutan diibacakan oleh Pengadilan Negeri itu kalau berhadapan dengan pihak swasta sudah sama dengan melakukan penyitaan , sehingga tentunya hal itu akan menurunkan citra (image) dari Pemprov Papua Barat bahwa seolah-olah Pemprov Papua Barat tidak taaat hukum. Dan kami pun berharap hal itu tidak terjadi (berita acara permohonan eksekusi lanjutan dibacakan). Karena itu sebelum dibacakan esekusinya, kiranya Pemrov Papua Barat mau membayar secara sukarela,”pungkas pengacara senior di Sorong ini. (ros)