SORONG-Pemerintah Kota (Pemkot) Sorong didampingi KPK pada hari Jumat (19/11) melakukan pemasangan Papan Plang berisi pemberitahuan Tanah Milik Pemerintah Kota Sorong di bangunan-bangunan yang merupakan milik Pemerintah Kota Sorong usai dihibahkan dari Pemerintah Kabupaten Sorong. Pemasangan Papan Plang dilakukan di 3 aset milik Pemerintah Kota Sorong yakni bangunan Wisma DPRD, Rumah Jabatan Sekwilda, dan bangunan Eks Dinas Pertanian. Hal tersebut dilakukan karena sebelumnya Pemerintah Kota Sorong telah menyurati untuk mengosongkan aset milik Pemerintah Kota Sorong tersebut. Namun karena tidak diindahkan sehingga dilakukan penegakan.
Kepala Satgas Wilayah V KPK, Dian Patria, mengatakan bahwa KPK melakukan pemasangan papan plang karena mendampingi Pemerintah Kota Sorong untuk mengamankan 3 aset bangunan yang sudah dihibahkan Pemerintah Kabupaten Sorong. “Kami mendampingi Pemerintah Kota Sorong terkait dengan penyelamatan 3 aset yang tercatat di BMD Kota Sorong tetapi belum dikuasai,” katanya.
Ia menjelaskan dari 3 aset milik Pemerintah Kota Sorong, ada salah satu yang perlu dibicarakan lebih mendalam antara pihak Pemerintah Kota Sorong dan yang bersangkutan. Sementara yang lain menerima.”Rumah Jabatan Sekwilda yang ditempati pak Tri Budiarto memang diakui milik negara. Namun perlu pembicaraan lebih dalam, karena beliau merasa sudah mendapatkan hibah dari Pemerintah Kabupaten Sorong 2010 tetapi dari bupati yang sekarang tahun 2018 sudah dihibahkan ke Pemerintah Kota Sorong,” jelasnya. “Kalau Pak Baria (wisma DPRD) siap pindah. Kalau yang ini (eks Dinas Pertanian) yang tinggal 1 orang tapi tidak ada ketika didatangi. Jadi kan kami dampingi 3 ini dulu,” ungkapnya.
Sekda Kota Sorong, Yacob Kareth mengatakan bahwa Pemerintah Kota Sorong hanya melaksanakan apa yang telah sesuai dengan aturan, meski sempat terjadi perdebatan di rumah Sekwilda. Karena menurut Tri Budiarto bahwa rumah yang ia tempati telah dihibahkan dari Pemerintah Kabupaten Sorong.”Rumahnya Pak Budi itu diserahkan dari Kabupaten Sorong ke Kota Sorong. Kemudian tercatat di hasil BPK masuk pada aset yang dilimpahkan dan aset tersebut diserahkan ke Kota Sorong tahun 2018 menjadi aset Pemerintah Kota Sorong,” jelasnya. “Sudah ada sertifikatnya dan sertifikat atas nama Pemerintah Kabupaten Sorong dan sementara proses membalik nama atas nama Pemerintah Kota Sorong,” sambungnya.
Sekda menambahkan, bahwa Tri Budiarto merasa berjasa. Kalau soal ganti ruginya nanti pembicaraan pada tingkat pimpinan. Tapi itu milik Pemerintah Kota Sorong jadi harus dimanfaatkan untuk kepentingan Pemerintah Kota Sorong.
“Selama dia rehab, entah itu nanti Pemerintah Kabupaten Sorong. Kalau Kota Sorong kan hanya menerima,” tegasnya. Sekda mengatakan sebelumnya telah menyurat untuk mengosongkan aset milik Pemerintah Kota Sorong tersebut. Namun karena tidak diindahkan sehingga dilakukan penegakan.
“Ini langkah kita. Undang-undang pemekaran Kota Sorong nomor 45 tahun 1999 menurut ketentuan undang-undang itu bahwa 3 tahun paling lambat atau harus diserahkan tetapi kenyataannya kan sampai cukup panjang 21 tahun baru kita lakukan ini penegakan. Dan ini aset warisan dari pejabat sebelumnya kepada bupati berikut karena kota hanya menerima,” pungkasnya. “Kita sudah memberikan surat untuk pengosongan. Tapi tidak diindahkan sehingga kami melakukan pemasangan Papan Plang. Atas dukungan dari KPK supervisi aset kita ada 32 aset. Yang baru diserahkan 4 aset,” sambungnya.
Sementara itu, Tri Budiarto yang menempati Rumah Sekwilda sejak tahun 2001 ini mengatakan pengabdiannya kepada negara sejak tahun 1968 hingga tahun 2007. “Sebetulnya kalau ada kasus seperti itu saya dipanggil kah. Tapi saya tidak pernah dipanggil. Padahal rumah ini sudah dihibahkan sejak tahun 2010. Rumah ini tidak ada pada daftar Penyerahan aset. Penyerahan aset itu tidak sah. Bahwa penyerahan hibah harus persetujuan DPR. Yang diajukan Bupati itu 11 tapi disetujui cuma 4 dan tidak ada rumah ini. Saya ada datanya,” ujarnya.
Tri Budiarto menambahkan bahwa telah menyurati Bupati Kabupaten Sorong tetapi tidak ada tanggapan. “Saya juga sudah membuat surat tertulis kepada Bupati sekarang tapi tidak direspon,” katanya. Menurutnya, jika tidak ada hibah pada rumah yang ditempatinya maka tidak mungkin dia bersekukuh mempertahankan dan meminta ganti rugi atas biaya rehab rumah jika memang Pemkot mau mengambil.”Saya kalau tidak ada hibah saya akan keluar baik-baik. Sekarang kalau mau diambil maka ganti rugi saya karena sudah merehab rumah ini sejak tahun 2010 totalnya Rp 800 juta,” pungkasnya. Pemkot dan KPK usai melakukan koordinasi langsung memasang papan plang dan menempel spanduk di dinding rumah 3 aset milik Pemerintah Kota Sorong tersebut.(zia)