SORONG – Penetapan status tersangka dan ditahannya Abdul R. Umlati bersama Hendro Kadas oleh penyidik Polres Raja Ampat atas dugaan penyimpangan pengelolaan pendapatan asli daerah yang bersumber dari retribusi tambak pada Dinas Perhubungan Kabupaten Raja Ampat, adalah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Demikian kesimpulan yang diucapkan hakim prapedailan Pengadilan Negeri Sorong, Fransiscus Y. Babthista, SH, Kamis (7/10).
Mendengar putusan hakim praperadilan, Benediktus Jombang, SH,MH selaku Ketua Tim Kuasa Hukum Pemohon, didampingi Yesaya Mayor,SH dan Lambert Dimara,SH menyampaikan putusan yang dibuat oleh Hakim tunggal terhadap kedua kliennya yakni Abdul R. Umlati dan Hendro Kadas, karena termohon tidak memenuhi dua alat bukti berdasarkan pasal 184 KUHAP bagian pertama.
“Menurut hemat kami, termohon dalam hal ini penyidik Polres Raja Ampat tidak dapat menahan atau penetapan tersangka terhadap klien saya, karena yang harus menjadi bukti adalah ketika BPK yang mempunyai wewenang untuk menentukan ada tidaknya kerugian negara itulah yang merekomendasikan kepada termohon, baru termohon masuk untuk melakukan penyidikan,” ucapnya.
Benediktus menyatakan, termohon tidak boleh semanah-mena melakukan penyidikan kemudian penetapan tersangka dan melakukan penahanan. “Hal ini, menunjukkan bahwasannya penyidik Polres Raja Ampat tidak profesional. Selain itu, ini juga prematur dan kerugian keuangan negara itu tidak boleh mengada-ada atau mengarang tetapi harus fakta,” paparnya.
Benediktus mengakui kleinnya sudah melakukan pengembalian sebanyak 2 kali dengan total keseluruhannya Rp 300 juta, dimana pengembalian pertama pada 19 November 2019 sebesar Rp 200 juta kemudian pada 24 November 2019 Rp 100 juta. “Apa yang dilakukan termohon tidak sesuai dengan aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di NKRI. Dan terkait termohon yang akan terus memproses kasus tersebut, termohon harus hati-hati untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dan di tahan,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Termohon (Polres Raja Ampat), Max Mahare mengaku tidak kaget dengan putusan tersebut. Max Mahare mengaku sudah mengetahui bahwasannya Abdul R. Umlati akan memenangkan praperadilan tersebut. “Karena pada 1 Oktober 2021 saya tidak sengaja bertemu dengan Bupati Raja Ampat dan beliau memberitahukan terkait hasil putusan ini. Kami tidak kaget karena putusan ini sudah dibungkus oleh pagar, oleh karena itu pertimbangan hukumnya harus lompat pagar juga,” kata Max Mahare kepada wartawan, kemarin.
Padahal, sambung Max, yang berada didalam permohonan praperadilan sama sekali pemohon tidak pernah mengungkit tentang keberadaan SP Sidik/24/III/2019 Reskim tanggal 29 Maret 2019 yang diberikan tanda bukti T-29 yang menjadi bahan pertimbangan. Kedua, dalam permohonan praperadilan, pemohon tidak menyinggung tentang SP Sidik/11/II/2020 tanggal 4 Februari 2020 yang merupakan update daripada Sprindik awal. “Akan tetapi dalam pertimbangan hukum daripada hakim, dia justru menyinggung disitu dengan mengutip ada copy paste daripada kesimpulan termohon. Tetapi, apa yang tidak didalilkan dan tidak diminta, hakim mempertimbangkan sendiri diluar daripada materi pokok perkara, sehingga membuat tim kami kaget terhadap pertimbangan hukum,” kata Max Mahare sembari menambahkan bahwa putusan praperadilan ini adalah putusan ketiga yang merupakan copy paste dari 2 kasus lainnya. (juh)