SORONG – Pertama di Asia, pesawat berteknologi eFTG telah tiba di Sorong, Kamis (8/10) untuk melakukan Survei Wilayah Migas di Kepala Burung Tanah Papua. Pesawat tersebut telah lolos inspeksi kelayakan dan kehandalan di Bandara Pondok Cabe, Banten pada 4 Oktober lalu. Survei Wilayah Migas di Kepala Burung Papua. merupakan upaya pencarian sumber cadangan minyak dan gas baru yang terus dilakukan oleh industri hulu migas.
Kali ini melalui pemenuhan Komitmen Kerja Pasti (KKP) Kontraktor Kontrak Kerjasama Pertamina Hulu Energi Jambi Merang (KKKS PHE Jambi Merang) di wilayah terbuka, SKK Migas bersama PHE Jambi Merang akan melaksanakan survei geofisika menggunakaan teknologi enhanced Full Tensor Gradiometry (eFTG) di Cekungan Bintuni dan Salawati. Survei dilakukan sepanjang 23.000 Km dan mencakup area seluas 45.000 Km2. Kegiatan survei eFTG dijadwalkan akan dimulai 12 Oktober mendatang.
eFTG sendiri adalah generasi gravitasi gradiometer terbaru dan memberikan beberapa peningkatan dalam sensitivitas, resolusi, dan rasio signal-to-noise dibandingkan teknologi generasi sebelumnya. Ini merupakan teknologi yang baru digunakan di tahun 2021 di Gabon. Kemudian akan diaplikasikan juga di Indonesia, dimana ini adalah yang pertama kalinya di Asia. Survei ini dilakukan guna menyediakan data baru dengan detail yang belum pernah ada sebelumnya.
Dalam survei tersebut, KKKS PHE Jambi Merang bekerjasama dengan PT Mahakarya Geo Survey yang berkolaborasi dengan AustinBridgeporth akan menggunakan pesawat survei DC3 Turbo Prop yang dimodifikasi dan dimodernisasi, dilengkapi dengan serangkaian teknologi termasuk eFTG dengan gravimeter scalar terintegrasi, magnometer dan sistem LiDAR VUX1-LR. Data LiDAR yang mempunyai sudut sapuan 180 derajat ini akan menyediakan data yang sangat akurat untuk keperluan koreksi medan data gravitasi, pemetaan fitur geologi permukaan, dan menyediakan tambahan informasi untuk merencanakan kegiatan eksplorasi.
Survei tersebut dilakukan SKK Migas karena melihat potensi migas di Papua dan Papua Barat yang relatif belum dieksplorasi secara masif. Oleh karennya, kegiatan survei diharapkan dapat menghasilkan kepastian data yang dapat mendukung peningkatan produksi di masa depan.
Sebagai bagian dari bentuk pengawasan kegiatan Hulu Migas, Kepala Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku (Pamalu), Subagyo, bersama rombongan Penasehat Ahli Kepala SKK Migas yang turut memastikan kelancaran operasional harus tetap terjaga, memastikan bahwa pesawat yang membawa peralatan teknologi cangih tersebut telah siap untuk digunakan untuk survey.
Subagyo menyampaikan, survei ini menjadi rangkaian dari kegiatan-kegiatan eksplorasi yang secara masif dilakukan hulu migas dalam kurun 2 tahun ke belakang. Hal ini juga merupakan bagian dari bentuk komitmen SKK Migas – KKKS dalam merealisasikan target produksi nasional di tahun 2030 dengan memaksimalkan kegiatan eksplorasi. “Ada beberapa kegiatan lain dari KKP yang sedang berjalan yakni Survei Vibroseismik 2D di Pulau Jawa, Survei Seismik di area Laut Indonesia bagian tengah dan timur serta Natuna, dan FTG Iwur – Akimeugah. Ada juga program yang sudah selesai yakni Survei Seismik 2D sepanjang 31.908 km2 yang telah dilaksanakan tahun 2019. Saat ini sedang dikaji datanya sebelum diserahkan kepada pemerintah,” kata Subagyo.
Kepala Departemen Humas SKK Migas Pamalu Galih Agusetiawan menambahkan, kegiatan survei yang dilakukan juga merupakan langkah paling awal dari serangkaian proses eksplorasi yang nantinya akan berkelanjutan. Survei berteknologi eFTG tersebut juga menjadi hal yang patut dibanggakan karena merupakan yang pertama kali di Asia. “Patut dibanggakan, karena survei dengan teknologi eFTG adalah yang pertama di Asia. Namun investasi untuk melakukan kegiatan di Papua Barat ini, merupakan bentuk pelaksanaan komitmen investasi oleh PHE yang beroperasi di wilayah kerja Migas di Pulau Sumatra,” jelas Galih.
Menurutnya, pelaksanaan KKP di luar wilayah kerja ini memberikan keuntungan bagi wilayah Papua. Sebab secara langsung akan memperbanyak data peta regional struktur bawah permukaan, yang masih sedikit tersedia untuk di wilayah Papua. “Semakin banyak data dengan tingkat keakuratan yang baik, tentunya akan mampu mendorong terjadinya investasi kegiatan eksplorasi lainnya, sehingga nantinya dapat menghasilkan tambahan temuan lapangan-lapangan migas di Papua,” pungkasnya. (**/ayu)