SORONG – Hutan Papua kini dilirik oleh negara luar karena dianggap sebagai kunci mitigasi (pengurangan risiko bencana) krisis iklim karena masih ‘perawan’. Namun Kepala Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Dina H. Alena Homer,S.Hut, menilai Hutan Papua justru dalam kondisi memprihatinkan. “Berdasarkan pemantauan saya, itu belum. Diperlukan kerja keras untuk mengembalikam manfaat dan fungsi hutan. Saya sangat prihatin dengan kondisi hutan kita,” kata Dina Homer saat mengisi kegiatan Hutan Papua Kunci Mitigasi Krisis Iklim yang berlangsung di Kasuari Resort, Jumat (1/10).
Dina menuturkan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan merupakan bagian pengelolaan sumber daya alam secara konstitusional pengelolaan diatur dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 tahun 1945 yang bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Contohnya, areal hutan mangrove dimana gencar melakukan penanaman hanya untuk proyek semata. Harusnya, ada tanggung jawab, rasa memiliko dam membesaekan bersama-sama.” Jamgan, datang tanam, uang masuk rekening langsung selesai. Tanaman mangrove ink membutuhkan tenaga, waktu dan biaya. Masyarakat harus sadar mengelola hutan mangrove ini,”tegasnya.
Perwakilan Papua Forest Watch, Charles Tawaru memaparkan bahwasannya Papua Barat memiliki kawasan hutan dan konservasi perairan seluas 9.713.137 ha, dengan rincian kawasan konservasi hutan dan laut 2.640.258 ha, Hutan lindung 1.631.589 ha, hutan produksi terbatas 1.778.480 ha, hutan produksi 2.188.160 ha, dan hutan produksi konversi 1.474.650 ha.
Ditambahkan Charles, berdasarkan data kadastral Papua Barat selama kurang lebih 15 tahun terjadi perubahan kawasan hutan di Papua Barat yang cukup signifikan di mana pada tahun 1999 hingga 2014 perubahan kawasan hutan menjadi APL meningkat seluas 557.000 hektar atau naik sekitar 66 persen dari luas pada tahun 1999.
“Ini mengakibatkan terjadinya penurunan luas kawasan hutan kurang lebih 555.162 ha atau turun sekitar 5 persen dari tahun 1999. Dari hasil analisis lain diketahui bahwa dari tahun 1990 Papua barat memiliki hutan primer mencapai kurang lebih 7.973 110 ha. Dan bukan kawasan hutan mencapai kurang lebih 946.819 ha,”ujarnya.
Hutan primer terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sambung Charlen di mana pada tahun 2014 hutan primer Papua Barat hanya seluas 6.199.101 ha dan terjadi peningkatan areal bukan hutan mencapai 1.010.214 ha. Penurunan luas kawasan hutan dan tutupan lahan hutan lebih banyak disebabkan akibat proses pembangunan wilayah dan investasi skala luas berbasis lahan di Papua barat. “Oleh sebab itu kami berharap dengan deklarasi Manokwari 2018 serta rencana konvensi keanekaragaman hayati pada tahun 2022 di Provinsi Papua barat dapat menjadi perhatian serius untuk selamatkan hutan Papua,”ungkapnya.
Selain itu, cara menyelematkan Hutan Papua yakni dengan adanya pemetaan hutan adat, agar masyarakat Adat turut terlibat dalam menjaga dan melestarikan Hutan Papua, yang merupakan sumber oksigen dunia. Dalam giat Jurnalish Workshop dan Fellowship bertemakan Hutan Papua Kunci Mitigasi Krisis Iklim juga dihadiri oleh Ketua Umum Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) Rochimawati, Plh Kepala BKSDA Papua Barat dan Tori Kalami selaku Ketua Perkumpulan Generasi Pemuda Malaumkarta. (juh)